Seringkali kita terperangkap dengan kekhawatiran di pekerjaan, dan masa depan kami. Ketika saya masih berusia 5 tahun saya ingin menjadi tentara. Ketika saya berusia 12 tahun, saya ingin menjadi Fungsioner Olahraga, dan memiliki tim sepak bola sendiri. Sekarang saya ingin menjadi anggota dewan, bahkan mendirikan partai sendiri yang sesuai dengan Ideologi saya.
Memiliki cita-cita sangat wajar dalam kehidupan seseorang. Ada kata bijak "bercita-citalah setinggi langit". Apa yang sebenarnya dimaksud dengan quotes tersebut? Bahkan Malaikat pun tidak tahu, karena Malaikat tidak bisa memprediksi masa depan kita. Dalam pemahaman saya Tuhan pun juga tidak bisa memprediksi masa depan seorang Manusia. Tidak ada yang tahu.
Terkadang kami berfikir, mengapa Tuhan tidak mengabulkan doa kita saat masih kecil, ada orang yang bisa menerima, ada yang tidak mau terima dan akhirnya susah move on .
Bila cita-cita kami tidak tercapai, dengan mudah kami bisa putus asa dan berhenti mencari rezeki Tuhan, padahal Tuhan lah yang lebih mengenal kita dibandingkan kita sendiri. Ibaratkan anda membuat robot yang canggih. Secanggih-canggih apapun Robot tersebut, kamu lah yang bisa memperbaikinya, kamulah yang mengerti kendala-kendala yang terjadi yang menyebabkan robot tersebut rusak.
Kami seringkali menyalahkan orang atas kegagalan kami, atau menyalahkan keadaan. Saya punya teman yang baru saja tidak diterima magang karena tidak menghadiri wawancaranya, padahal melalui internet. Saya bertanya kepadanya, "mengapa kamu tidak bisa hadir?' dia menggunakan alasan-alasan jejaring wifi tidak stabil. Mungkin ia berkata jujur, namun tidak bisa begitu dipercaya karena dia tinggal di kota.
Bila kamu merasa kamu gagal meraih apa yang kamu cita-citakan, lakukanlah beberapa poin ini:
1. Ubah pengertianmu tentang kesuksesan, dan pertanyakan kembali mengapa kamu sangat menginginkan cita-citamu.
Yang namanya sukses bukanlah menjadi terkenal, kaya raya, atau memiliki Status sosial yang tinggi. Ini merupakan kern aller probleme (penyebab dari semua masalah hidup yang sedang kamu hadapi). Masyarakat dunia melihat status sosial, harta, dan ketenaran. Untuk membahagiakan dirimu, kamu harus berani menjadi dirimu sendiri. Ketenaran itu sangat tidak berguna, mungkin sekarang kamu anggap ketenaran dan status sosial sangat berguna, tidak ketika kamu meninggal. Marcus Aurelius pernah berkata: "Pertimbangkan kehidupan yang dipimpin sekali oleh orang lain, dahulu kala, kehidupan yang akan dipimpin oleh orang lain setelah Anda, kehidupan yang dipimpin bahkan sekarang, di negeri asing. Berapa banyak orang yang bahkan tidak tahu nama Anda. Berapa banyak yang akan segera melupakannya. Berapa banyak yang menawarkan Anda pujian sekarang---dan besok, mungkin, penghinaan. Itu untuk diingat tidak ada gunanya. Seperti ketenaran. Seperti semuanya." Bila anda tidak percaya, coba sebutkan nama menteri-menteri Republik Indonesia di zaman Orde Baru tanpa melihat google. Coba ketik di Komentar nama-nama Presiden Amerika Serikat sesuai urutan dari 1-46 tanpa mengutip wikipedia. Masyarakat dunia menganggap bahwa kekayaan adalah bukti dari kesuksesan, mereka melupakan banyak anak-anak di Palestina,Indonesia, dan Afrika yang bahagia meskipun mereka lapar. Mereka bahagia karena mereka tahu bahwa apa yang diberikan Tuhan sudah cukup, mereka menerima keadaan. Sukses bukan hanya soal kekayaan dan ketenaran atau kekuasaan, namun juga soal apakah kami bahagia dengan apa yang kami miliki. Banyak orang yang merasa kosong setelah meraih cita-citanya, karena mereka tidak memiliki sesuatu yang harus dikejar lagi, mereka sudah merasa puas. Bukan berarti bahwa kamu selalu membuat target, namun kamu harus mengetahui mengapa sebenarnya kamu menginginkan pekerjaan yang kamu anggap ideal ini.
2. Ketahui apa yang dapat kamu kendalikan.
Orang Stoic percaya bahwa hanya perasaan, pikiran, dan aksi kami yang dapat dikendalikan. Hanya dengan itu kami dapat menerima keadaan.
3. Jangan pedulikan hasil akhir.