Lihat ke Halaman Asli

Publikasi Ilmiah Mahasiswa Mulai dengan Artikel dan Web-Blog

Diperbarui: 25 Juni 2015   19:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Atep Afia Hidayat - Adanya ketentuan dari Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti), bahwa terhitung mulai Agustus 2012, seluruh mahasiswa yang beralih status menjadi sarjana harus mempublikasikan karya ilmiahnya di jurnal menjadi fenomena yang menarik dan menimbulkan pro dan kontra. Ada pihak tertentu yang menyambutnya secara baik dengan pandangan optimis, dengan pernyataan bahwa sudah seharusnya mahasiswa terampil menulis dan mempublikasikannya di media (jurnal). Di sisi lainnya banyak juga yang merasa skeptis mengingat adanya berbagai keterbatasan, mulai dari kemampuan menulis mahasiswa, jumlah jurnal yang sangat terbatas, pengelola jurnal yang belum mumpuni, ketiadaan anggaran, kebijakan pimpinan perguruan tinggi yang belum mendukung dan sebagainya.

Mahasiswa telah ditempa selama minimal delapan semester dengan mengikuti sekitar 60 mata kuliah. Kalau masing-masing mata kuliah diselenggarakan 14 kali, maka perkuliahan yang diikuti mencapai 840 kali perkuliahan. Kalau setiap kali kuliah rata-rata berdurasi dua jam, maka lama perkuliahan secara keseluruhan mencapai 1.680 jam. Selain itu masih dilengkapi dengan beragam tugas di luar kelas dan jam perkuliahan, mulai dari meringkas bahan kuliah, mengerjakan soal, membuat makalah, praktikum, dan sebagainya.

Selama minimal delapan semester atau sekitar 1.680 jam mahasiswa berinteraksi dengan puluhan dosen, dengan beragam latar belakang kompetisi dan keilmuan sesuai program studi yang diikuti. Sudah selayaknya proses yang demikian panjang tersebut dapat menghasilkan perbaikan kualitas intelektual mahasiswa, termasuk dalam hal kemampuan menggagas dan menuangkan gagasan antara lain dalam bentuk tulisan ilmiah.

Persoalan paling mendasar sebenarnya ialah bagaimana membuat mahasiswa mau dan mampu menulis. Tentu saja membutuhkan proses yang tidak mudah disertai pendekatan yang sistemik, supaya motivasi menulis terbentuk dengan sendirinya. Di lingkungan perguruan tinggi bahkan di tingkat Direkrorat Pendidikan Tinggi selalu diselenggarakan Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) atau Lomba Karya Tulis Ilmiah (LKTI), namun umumnya tingkat partisipasi mahasiswa masih sangat rendah. Tidak dapat dipungkiri peminat tulis-menulis di lingkungan kampus memang sangat sedikit, tentu saja hal tersebut memprihatinkan.

Sebenarnya dosen memiliki instrumen supaya seluruh mahasiswa di kelasnya mau dan mampu menulis, antara lain dalam bentuk tugas. Selama ini tugas yang diberikan misalnya dalam bentuk makalah, dengan jumlah halaman 20 - 30 halaman, dijilid rapi dengan kertas khusus, bahkan dilengkapi plastik. Tugas makalah bisa untuk perorangan atau kelompok dan dikumpulkan pada akhir semester. Namun jika ditelaah lebih lanjut, banyak sisi negatif dari pemberian tugas makalah seperti itu. Pertama, sulit mendeteksi apakah konten makalah hasil pemikiran (analisis dan sintesis) yang dilengkapi referensi, atau hanya hasil ketik ulang dan copy paste (Copas) dari berbagai buku dan sumber online; Kedua, dari segi kelestarian lingkungan penggunaan kertas ternyata berdampak pada kehilangan pohon. Kalau satu kelas ada 40 mahasiswa, satu kampus ada 10.000 mahasiswa dan seluruh Indonesia ada lebih dari 3.000 kampus, berapa banyak kertas yang digunakan untuk makalah, berapa juta pohon yang harus ditebang ? Selain itu, setiap makalah menggunakan lembaran plastik, yang ujung-ujungnya akan dibuang ke lingkungan sekitar, lalu bagaimana dengan proses penguraiannya ?

Nah, dengan kemajuan teknologi informasi berupa internet, khususnya web dan web-blog pemberian tugas menulis bagi mahasiswa bisa lebih menarik dan "bebas kertas". Sebelum dalam bentuk skripsi, makalah atau laporan, terlebih dahulu berikan tugas dalam bentuk artikel minimal 600 kata. Penulisan artikel tersebut menggunakan minimal lima referebsi, baik dalam bentuk buku, jurnal atau artikel di koran, majalah dan web. Logikanya sederhana saja, dengan terlatih dan terampil menulis artikel maka langkah menulis laporan, makalah atau skripsi pun akan menjadi lebih mudah.

Pengalaman penulis dalam membudayakan menulis artikel di kalangan mahasiswa sekaligus "mewajibkan" semua mahasiswa memiliki web-blog edukasi, sudah berlangsung sejak tahun 2009. Selain itu secara perlahan diterapkan sistem perkuliahan "bebas kertas", tugas mahasiswa dalam katagori ringkasan bahan kuliah, ringkasan jurnal, materi presentasi dan catatan presentasi teman diposting di blog edukasi masing-masing. Sampai akhir semester ganjil 2011/2012 ini lebih dari 300 mahasiswa telah memiliki web-blog edukasi. Keberadaan Kompasiana juga telah dimanfaatkan untuk menunjang perkuliahan, sekitar 161 mahasiswa sudah menjadi Kompasinoner aktif. Selain itu bebarapa mahasiswa menulis artikel dan menjadi kontributor di Wikipedia, khususnya setelah mengikuti Lomba Menulis "Bebaskan Pengetahuan 2010" yang diselenggarakan Wikipedia/Wikimedia. Setelah sebagian mahasiswa mampu menulis artikel, tahapan selanjutnya ialah secara intensif belajar menulis makalah dan diikutkan dalam ajang Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM).

Ya, dengan terbiasa menulis artikel maka akan semakin mudah dalam menulis makalah, tentu saja sebagai konsekuensinya menulis skripsi pun menjadi tidak begitu sulit. Dengan sendirinya kewajiban publikasi karya ilmiah mulai Agustus 2012 diharapkan bisa diikuti dengan baik oleh seluruh mahasiswa. (Atep Afia).




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline