Oleh : Atep Afia Hidayat - Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Proper) adalah upaya Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) untuk menilai dan mengevaluasi kinerja perusahaan khususnya yang berkaitan dengan kepeduliannya terhadap lingkungan hidup. Proper 2010 – 2011 mengawasi dan menilai 1.002 perusahaan, dengan kriteria perusahaan tersebut berdampak penting terhadap lingkungan, tercatat di pasar bursa dan memiliki orientasi ekspor. Perusahaan sebanyak itu bergerak dalam 82 jenis industri. Sedangkan yang paling banyak diawasi ialah industri sawit (11 persen), ekspolrasi dan produksi Migas (8 persen), tekstil (6 persen), dan gula (5 persen).
Kriteria Penilaian Proper tercantum dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 5 tahun 2011 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan. Peringkat kinerja lingkungan perusahaan dibedakan menjadi 5 warna, yakni emas, hijau, biru, merah dan hitam. Sebagai catatan, kriteria ketaatan digunakan untuk pemeringkatan biru, merah dan hitam. Sedangkan kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance) adalah hijau dan emas.
Penilaian kinerja meliputi pencegahan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, penanggulangan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup dan pemulihan pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup. jika peringkat perusahaan tersebut dikatagorikan “hitam” maka tergolong “mencemari”; Jika “merah” berarti “di bawah ketentuan”; Sedangkan “biru” berarti “sesuai dengan ketentuan”; “Hijau” berarti “melebihi ketentuan”; dan “emas” artinya “plus pengembangan komunitas”.
Menurut situs resmi KLH, pada periode penilaian tahun 2010 – 2011, terdapat 5 (lima) perusahaan mendapat peringkat Emas yaitu : PT Holcim Indonesia, Tbk – Cilacap Plant, Kabupaten Cilacap, Jateng (PMA); PT Pertamina Geothermal Area Kamojang, Kabupaten Bandung, Jabar (BUMN); Chevron Geothermal Salak Ltd, Kabupaten Sukabumi, Jabar (PMA); PT. Medco E&P Indonesia – Rimau Asset, Musi Banyuasin, Sumsel (PMDN); dan PT. Badak NGL, Kota Bontang, Kaltim (BUMN). Perusahan tersebut dinilai telah secara konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan (environmental excellency) dalam proses produksi dan/atau jasa, melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat.
Sedangkan perusahaan yang memiliki peringkat hijau 106 (10,7 persen), biru 552 perusahaan (55,5 persen), merah 283 perusahaan (28,4 persen) dan hitam 49 perusahaan (4,9 persen). Sebanyak tujuh perusahaan yang diawasi, hasil penilaiannya tidak dipublikasikan, dengan alasan empat perusahaan dalam proses penegakan hukum, dua perusahaan sedang melaksanakan audit wajib dan satu perusahaan force majeure.
Menurut catatan Wikipedia force majeure (bahasa Perancis, padanan bahasa Indonesianya: keadaan kahar) berarti "kekuatan yang lebih besar" adalah suatu kejadian yang terjadi di luar kemampuan manusia dan tidak dapat dihindarkan sehingga suatu kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. Dijelaskan pula, bahwa yang termasuk kategori keadaan kahar adalah peperangan, kerusuhan, revolusi, bencana alam, pemogokan, kebakaran dan bencana lainnya yang harus dinyatakan oleh pejabat atau instansi yang berwenang.
Untuk perusahaan dengan kriteria biru, hijau dan emas yang mencapai 66 persen dari semua perusahaan yang dinilai, tentu saja harus diberikan apresiasi. Kepedulian perusahaan terhadap perbaikan kualitas lingkungan mencerminkan adanya kepatuhan terhadap berbagai peraturan dan undang-undang mengenai lingkungan hidup, mulai dari analisis mengenai dampak lingkungan, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara dan gangguan, pengendalian pencemaran kerusakan laut, pengendalian kerusakan tanah dan lahan, pengelolaan limbah bahan berbahaya beracun, pengelolaan bahan berbahaya beracun, konservasi lingkungan dan keanekaragaman hayati, penataan ruang, dan sebagainya.
Sedangkan untuk perusahaan yang termasuk kriteria merah perlu mendapat pembinaan lebih lanjut, supaya dalam periode berikutnya berubah menjadi peringkat yang lebih baik. Dari 283 perusahaan yang berstatus merah, sebagian besar didominasi oleh jenis industri industri hotel, makanan dan minuman, rumah sakit, sawit dan tekstil.
Perusahahaan dengan status hitam yang mencapai 49, didominasi oleh jenis industri gula, jamu, karet, peleburan logam, pengolahan ikan, dan sawit. Terhadap perusahaan hitam harus diberikan sanksi dan tindakan yang tegas sesuai dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku.
Menurut Surna Tjahja Djajadiningrat, Ketua Dewan Pertimbangan Proper (dalam Kompas, 1 Desember 2011), aparat hukum bisa menggunakan ini untuk ditindaklanjuti, karena pencemaran berarti tak mematuhi baku mutu air dan udara, yang artinya melanggar undang-undang. Bahkan Menteri Lingkungan Hidup, Balthasar Kambuaya dalam surat kabar yang sama mengungkapkan, bahwa supaya penegakan hokum lingkungan mulai ditegakan. Apalagi sudah ditandatangani nota kesepahaman bersama Kepala Polri dan Jaksa Agung untuk penegakan hukum lingkungan terpadu. Menurutnya, seluruh perusahaan hitam diselidiki untuk penyidikan, sanksi administratif, atau pengawasan.
Proper merupakan langkah positif dan proaktif untuk menyelamatkan lingkungan, meskipun jangkauannya masih terlalu sempit jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada di Indonesia. Berdasarkan Sensus Ekonomi 2006 (SE 2006) jumlah perusahaan/usaha menengah dan besar (UMB) mencapai 166.400. Dengan demikian pemantauan, evaluasi dan penilaian yang dilakukan Proper KLH baru mencapai 0,6 persen dari seluruh perusahaan yang ada. Apalagi kalau memperhitungkan jumlah usaha mikro dan usaha kecil (UMK) yang jumlahnya mencapai 22,7 juta unit (SE 2006). Data itupun belum memperhitungkan usaha sektor pertanian. Padahal semua jenis dan ukuran usaha memiliki dampak terhadap lingkungan. (Atep Afia).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H