Lihat ke Halaman Asli

Perguruan Tinggi Harus Go Public!

Diperbarui: 26 Juni 2015   03:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1311850286345356402

Oleh : Atep Afia Hidayat - Keberadaan perguruan tinggi sudah selayaknya makin melekat dengan dinamika kehidupan masyarakat di sekitarnya. Setiap perguruan tinggi harus go public, sebisa mungkin makin mempersempit jarak sosial dengan masyarakat. Kesan perguruan tinggi yang selama ini dikenal sebagai menara gading perlu dihilangkan.

Sebagai ilustrasi mengenai citra menara gading pada sebuah perguruan tinggi, yang kini sudah kurang relevan lagi, yakni terjadinya keterasingan di antara perguruan tinggi dengan masyarakat di sekitarnya. Perguruan tinggi berdiri gagah memandang tak acuh masyakarat di sekelilingnya, sebaliknya sikap masyarakat makin menjauh, karena tidak tersentuh uluran tangan. Padahal, salah satu dharma perguruan tinggi adalah pengabdian kepada masyarakat.

Contoh kasus mengenai citra menara gading pada sebuah perguruan tinggi masih ada hingga saat ini. Ada sebuah perguruan tinggi, memiliki fakultas ekonomi, lengkap dengan puluhan profesor dan doktor. Namun dalam radius lima kilometer dari kampus tersebut, ternyata penduduknya didominasi keluarga pra sejahtera. Padahal idealnya, keberadaan fakultas ekonomi tersebut bisa memakmurkan masyarakat di sekitarnya.

Tak kurang dari seorang ilmuwan seperti Ali Syari’ati, ikut menyoroti kasus menara gading. Dalam sebuah bukunya, “Ideologi Kaum Intelektual”, ia mempertanyakan, “Apa fungsi seorang sosiolog, jika tidak mampu memberi tahu kepada kita cara mengubah dan membentuk masyarakat kita? Bagaimana ia bisa menolong masyarakatnya, dan terlibat dengan masalah-masalah sosialnya, jika ia membatasi dirinya sendiri pada jabatan di perguruan tinggi, dan hanya mengajar serta menganalisis sosiologi di dalam dinding ruang kelasnya”.

Di sebuah perguruan tinggi, terdapat berbagai macam kajian ilmu, kebanyakan bisa diterapkan pada masyarakat, hingga bisa membantu meningkatkan taraf hidup masyarakat. Di sinilah letak pentingnya go-public bagi sebuah perguruan tinggi, antara lain untuk menghindari citra menara gading tersebut. Secara keseluruhan, berbagai aktivitas perguruan tinggi, yang tercakup dalam pendidikan, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, bisa di go-public-kan.

Salah satu produk perguruan tinggi yakni hasil penelitian. Seringkali laporannya hanya ditumpuk sebagai koleksi dan arsip di perpustakaan. Padahal penelitian itu tidak mudah, memakan biaya besar dan tenaga serta waktu yang tak sedikit. Permasalahan yang dimunculkan dalam penelitian, hanya dituntaskan dalam ruang siding. Sedangkan follow-up-nya seringkali tidak ada.

Paling tidak, di sini terdapat upaya untuk menyebar-luaskan informasi mengenai hasil penelitian, baik dalam bentuk jurnal atau bentuk penerbitan lainnya, yang akan menjadi masukan berarti bagi masyarakat. Berbagai hasil penelitian, baik yang dilakukan oleh dosen maupun mahasiswa bisa di-go-public-an. Untuk itu diperlukan kebijakan internal perguruan tinggi untuk lebih memasyarakatkan beragam karya akademiknya.

Kenyataannya hanya sebagian kecil perguruan tinggi saja yang benar-benar mampu go-public. Kelompok perguruan tinggi tersebut, biasanya memiliki aset yang besar, antara lain meliputi sumberdaya manusia yang unggul, fasilitas pembelajaran dan keilmuan yang lengkap, pusat penelitian yang produktif, pusat pengabdian kepada masyarakat yang dinamis, dan memiliki reputasi yang baik dan sehat dalam segi manajemen.

Beberapa produk perguruan tinggi yang dapat di-go public-an meliputi hasil penelitian, temuan teknologi, publikasi, pelatihan, konsultasi, seminar, lokakarya, studi kelayakan, penyuluhan, dan sebagainya. Beragam produk tersebut perlu dikemas secara sederhana, sehingga jangkauannya makin meluas. Memang dikenal adanya masyarakat kampus atau masyarakat akademik, namun keberadaannya tetap menjadi bagian dari masyarakat umum. Antara masyarakat akademik dengan masyarakat umum jangan seperti minyak dengan air, tidak bercampur dan tidak berinteraksi.

Para profesor dan doktor yang ada di Indonesia harus mau belajar kepada Muhammad Yunus, seorang doktor ekonomi di Bangladesh, yang karena kegigihannya mensejahterakan penduduk miskin di Bangladesh, melalui Grameen Bank yang didirikannya. Apalah artinya meraih gelar tertinggi dibidang akademik, kalau kontribusi nyata terhadap masyarakat hampir tidak ada.

Perguruan tinggi harus terlepas dari sebutan menara gading, kuncinya ialah aspek keilmuan dan teknologi yang dimilikinya harus bisa dinikmati masyarakat. (Atep Afia, pengelola http://www.pantonanews.com).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline