Lihat ke Halaman Asli

Dunia Usaha yang Kompetitif dan Efisien

Diperbarui: 26 Juni 2015   04:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Oleh : Atep Afia Hidayat - Dunia usaha yang kompetitif dan efisien, itulah yang diperlukan dalam mengantisipasi era globalisasi perekonomian. Lantas, sudahkah dunia usaha nasional memiliki ciri-ciri kompetitif dan efisien? Jawabannya tentu saja bisa berupa angka-angka, antara lain angka perndapatan per kapita penduduk, jumlah jam kerja, nilai ekspor nonmigas plus migas, besarnya upah minimum, dan sebagainya.

Selain itu pertumbuhan ekonomi nasional pun menunjukkan tingkat efisiensi dan kemampuan bersaing dari dunia usaha nasional. Bagaimanapun dalam sistem perekonomian yag berlaku di Negara kita, dunia usaha berperan sebagai motor penggerak. Dengan demikian, laju pertumbuhan ekonomi amat ditentukan oleh kondisi dunia usaha.

Pada tahun 1990-an mantan Perdana Menteri Jepang Miyazawa sempat menuding, bahwa orang Amerika Serikat (AS) telah kehilangan etos kerja. Pernyataan tersebut tentu saja amat mencengangkan, terlebih bagi orang AS sendiri.

Pernyataan atau tudingan memiliki dasar yang kuat, meskipun dalam beberapa hal tidak terbukti, umpamanya dalam produksi domestic bruto (PDB), untuk AS ternyata masih lebih tinggi dari jepang. Namun dalam hal rata-rata jumlah jam kerja per tahun, untuk Jepang memang lebih tinggi. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa orang AS bekerja relatif lebih efisien jika dibanding orang Jepang. Dengan kata lain dunia usaha di AS beroperasi lebih efisien jika dibanding di Jepang.

Namun mengapa dunia usaha Jepang justru menguasai pangsa pasar dunia, umpamanya untuk produk otomotif dan elektronik? Hal tersebut tak lain karena dunia usaha Jepang lebih kompetitif. Untuk memperoleh keunggulan dalam bersaing diterapkan strategi atau jurus-jurus tertentu. Hal tersebut menunjukkan bahwa dunia usaha yang efisien belum tentu kompetitif. Sebaliknya dunia usaha yang kompetitif sudah tentu efisien. Lantas bagaimana caranya untuk membangun dunia usaha yang kompetitif sekaligus efisien ?

Globalisasi perekonomian menutut efisiensi dan kemampuan bersaing yang tinggi. Sudah jelas dunia usaha yang tidak efisien dan tidak kompetitif tak akan mampu go international. Selain itu yang harus diperhatikan adalah faktor ketahanan dari dunia usaha tersebut, apakah mudah terpengaruh “berbagai virus perekonomian” seperti resesi, inflasi, dan sebagainya, atau cukup tegar dalam mengantisipasi berbagai kondisi perekonomian ? Kuncinya tak lain dalam segi efisiensi dan kemampuan dalam bersaing.

Dunia usaha yang sudah memiliki tingkat efisiensi dan daya kompetisi yang tinggi, antara lain menunjukkan performance yang sehat, mantap dan stabil. Unsur-unsur finansial seperti likuiditas, solvabilitas dan rentabilitas cenderung dalam keadaan yang positif dan wajar.

Untuk membangun dunia usaha yang kompetitif dan efisien diperlukan dukungan penuh dari pemerintah, antara lain melalui kebijaksanaan deregulasi dan debirokratisasi bidang moneter dan perbankan, fiscal serta riil.

Untuk bersaing di pasar global, pemerintah perlu mendorong dunia usaha, yakni melalui kemudahan-kemudahan. Kebijaksanaan menyangkut pajak ekspor umpamanya, paling tidak bepengaruh secara langsung terhadap nilai jual di pasar global.

Bagaimanapun di pasar global, hanya produk yang berkualitas baik serta dengan nilai jual yang wajar yang akan mampu bersaing. Selain itu, kontinuitas pengiriman produk atau timing juga sangat menentukan. Produk yang kompetitif harus memenuhi persyaratan standar tertetu.

Dunia usaha nasional harus menghasilkan aneka program yang kompetitif di pasar global. Selain itu, dalam proses produksinya juga harus efisien. Dalam hal ini, segi efisien meliputi beberapa hal, baik menyangkut tenaga kerja, ongkos produksi, jam kerja, dan sebagainya. Proses produksi yang efisien ditandai dengan jumlah jam kerja dan tenaga kerja yang seminimal mungkin untuk menghasilkan produk yang seoptimal mungkin. Dalam konsepsi efisiensi tersebut juga terkanudng produktivitas, hal ini yang patut ditumbuh-kembangkan.

Untuk meningkatkan produktivitas dan efisiensi pekerja agar produksi lebih optimal diperlukan kebijaksanaan internal perusahaan, antara lain menyangkut upah. Bagaimana pekerjaan bisa produktif dan efisien jika kebutuhan fisik minimum tak terpenuhi ? Selain itu faktor keselamatan dan kesehatan kerja pun perlu mendapatkan perhatian yang serius, yakni agar dalam bekerja bisa lebih tenang dan nyaman.

Untuk membangun dunia usaha yang kompetitif dan efisien, amat tergantung pada kondisi sumberdaya manusianya. Dalam hal ini pekerja sebagai aset utama perusahaan, layak ditumbuh-kembangkan etos kerjanya. Selain itu, menyangkut gaya kerja juga perlu mendapat perhatian yang lebih serius.

Harian Kompas sekitar Sembilan belas tahun yang lalu, dalam tajuk rencananya antara lain menuliskan, bahwa serta merta memilih gaya kerja Amerika akan dengan gampang menjerumuskan kita pada kesantaian dan berikutnya kemalasan. Cara kerja yang mungkin bisa disebut “lebih manusiawi” ini tentunya hanya pantas bila kita sudah efisien, pintar menghargai waktu dan terampil.

Tanpa kedua modal dasar itu, akan besarlah resiko memilih cara kerja “lebih manusiawi” ini. Kita, dalam hal ini, tampaklah harus jujur pada diri sendiri, bahwa untuk sementara waktu, semangat kerja seperti Jepang yang harus kita tiru, karena memang masih banyak yang harus kita kejar, seperti jepang harus mengejar Amerika Serikat seusai Perang Dunia II.

Lantas, adakah daya kerja yang khas Indonesia, yang patut ditumbuh-kembangkan tentunya yang mengandung unsur positif dalam menunjang upaya peningkatan produktivitas dan efisiensi kerja.

Pekerja Indonesia memang jam kerjanya relatif panjang, sebagian besar masih bekerja dari senin hingga sabtu, plus terkadang ada lemburnya. Namun ternyata tingkat upahnya termasuk yang paling rendah di Asia? Apakah karena pengusahaanya yang kelewat batas dan terlalu rakus? Atau memang tingkat produktivitasnya yang rendah?

Di antara tingkat produktivitas dan efisiensi dengan upah kerja ada keterkaitan. Tingkat produktivitas dan efisiensi kerja yang tinggi sudah tentu harus dihargai dengan upah yang tinggi. Sedangkan upah yang rendah, mana mungkin menyebabkan tingkat produktvitas dan efisiensi yang tinggi. Namun dalam hal ini patutu diakui, bahwa faktor skill pekerja di Indonesia masih relatif rendah. Selain itu, rata-rata tingkat pendidikannya juga masih rendah, sebagian besar masih taraf Sekolah dasar (SD), baik tamat atau tidak.

Inilah salah satu kendala yang dihadapi dunia usaha kita, yakni menyangkut sumberdaya manusianya. Oleh sebab itu, menjelang era tinggal landas sekaligus era globalisasi perekonomian, hal itu perlu mendapat perhatian yang lebih serius. Bagaimanapun faktor sumberdaya manusia amat menentukan. Bagaimana bisa kompetitif dan efisien, jika sumbedaya manusia dalam dunia usaha nasional belum dikelola secara profesional.

Untuk membangun dunia usaha yang kompetitif dan efisien, paling tidak diperlukan waktu beberapa dekade. Mungkin dua puluh atau tiga puluh tahun mendatang, dunia usaha nasional bisa memasuki “papan atas” dalam percaturan ekonomi global.

Bisa saja pencapaian itu lebih cepat, antara lain terbukti dengan banyaknya dunia usaha nasional yang telah mampu go international. Memang belum banyak, namun setidaknya menjadikan indikator bahwa dunia usaha kita mampu menembus pasar global, bahkan sanggup menancapkan “bendera” di belantara bisnis negara-negara lain, termasuk di negara-negara industri maju.

Beberapa kelompok bisnis raksasa asal Indonesia kini telah beroperasi di beberapa negara seperti Singapura, Vietnam, Belanda, Amerika Serikat, dan sebagainya. Selain itu, ternyata ada beberapa bank milik negara yang tlah berhasil membuka cabang di beberapa kota dunia seperti Tokyo, New York dan Hongkong.

Hal tersebut sangat melegakan eksistensi dunia usaha nasional, ternyata mampu mengantisipasi era globaliasi perekonomian. Hal itu juga menyebabkan penetrasi terhadap pasar global relatif lebih mudah, hingga dunia usaha kita pun diharapkan lebih kompetitif sekaligus lebih efisien. (Atep Afia).

Sumber Gambar:

http://citraindonesia.com/wp-content/uploads/2011/03/industri_perakitan-mobil-ok-320x198.jpg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline