Oleh : Atep Afia Hidayat - Pada mulanya kehidupan di bumi begitu harmonis dan seimbang. Segala sesuatunya berjalan dengan teratur dan sistematis. Namun dengan makin bertambahnya populasi manusia dengan kemampuan akalnya dalam bentuk teknologi, keharmonisan di bumi pun mengalami pergesera. Perlahan namun pasti sebagian ekosistem yang ada berubah drastis komposisi dan harmoninya, sehingga menjadi tidak layak huni lagi. Sebagai contoh, untuk perlindungan terhadap kehidupaan di bumi dari radiasi matahari, dikenal adanya lapisan ozon. Lapisan ozon telah mengalami kebocoran, di atas kutub utara sudah seluas wilayah Indonesia, dan di kutub selatan seluas Benua Amerika. Hal tersebut merupakan sinyalemen, bahwa suatu saat lapisan ozon benar-benar akan musnah, bukan lagi bocor tapi lenyap sama sekali. Jika sudah demikian, maka seluruh kehidupan di bumi akan musnah, karena permukaan terkena radiasi matahari dengan berbagai ukuran gelombang, terutama radiasi ultra violet. Fungsi lapisan ozon tak lain memantulkan kembali gelombang radiasi yang membahayakan kehidupan di bumi, dan hanya gelombang yang aman bagi kehidupan di bumi yang di loloskan. Namun melalui berbagai aktivitasnya, ternyata manusia secara sengaja membocorkan lapisan ozon. Telah diketahui melalui penelitian tertentu ada beberapa gas yang berpengaruh terhadap kebocoran lapisan ozon, umpamanya gas CFC. Ironisnya penggunaan dan produksi gas tersebut tak dihentikan, malah pemanfaatnya makin meluas dipergunakan pada berbagai kepentingan, mulai dari kosmetik, lemari es, penyemprot serangga, dan sebagainya. Kini sudah ratusan juta orang memanfaatkan gas CFC, berarti seluruhnya memberikan andil dalam proses pembocoran lapisan ozon. Akibat meningkatnya kadar gas dan debu di atmosfer, selain berpengaruh langsung terhadap lapisan ozon, juga menyebabkan terjadinya pemanasan global (global warming). Hal itu perlu ditanggulangii sedini mungkin. Sebagian besar umat manusia yang kini mendekati tujuh milyar, ternyata turut berpartisipasi aktif dalam menebar radiasi. Bahkan menebar debu dan racun. Penebaran debu dan racun tidak hanya terjadi di kota-kota, tapi juga di desa-desa, bahkan sampai ke pelosok hutan rimba. Tidak hanya melalui sektor industri dan transportasi tetapi juga sektor pertanian. Sudah diketahui bahwa sektor pertanian telah akrab dengan apa yang dinamakan pestisida, baik yang tergolong insektisida, fungisida, herbisida, atau yang lainnya. Berbagai racun tersebut ditunjukkan untuk mematikan atau mengurangi populasi jasad pengganggu (pest). Namun banyak dampak sampingannya, antara lain sebagian dari racun itu langsung mengenai tanaman hingga terakumulasi, mengenai petani, serta terlepas langsung ke atmosfer atau ke lingkungan. Dengan demikian diperlukan sikap bijak dan kehati-hatian, bagaimanapun dampak sampingannya belum diketahui sepenuhnya. Ternyata radiasi, debu dan racun ada di mana-mana, baik di atmosfer, daratan dan perairan. Menyebar di rumah-rumah , di jalan-jalan, pabrik, sawah, kebun, dan sebagainya. Pengaruhnya terhadap kehidupan umat manusia bisa secara langsung atau tidak langsung, tidak hanya mengganggu secara fisik namun juga mental. Diperlukan adanya upaya yang bersifat global untuk mengurangi dampak radiasi, debu dan racun di bumi. Upaya tersebut amat mendesak untuk segera memberikan hasil. Jika tidak, maka kehidupan umat manusia pun terancam. (Atep Afia) Sumber : http://www.battelle.org/environment/publications/envupdates/summer2004/gfx/air_pollution.jpg
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H