Lihat ke Halaman Asli

Baca Dulu, Baru Nulis !

Diperbarui: 26 Juni 2015   09:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Oleh : Atep Afia Hidayat -


Kesempatan untuk menulis kini makin terbuka lebar, terutama dengan tersedianya fasilitas web-blog gratisan dan situs jejaring sosial, baik yang berasal dari luar negeri atau asli Indonesia. Kenyataannya, media asal luar negeri pun menyediakan fasilitas ber-bahasa Indonesia, sehingga makin memudahkan orang Indonesia untuk nge-blog atau posting tulisan. Memang perkembangan teknologi informasi berupa internet, menjadikan setiap orang untuk makin intensif bermomunikasi dan menyampaikan informasi.


Apapun yang terlintas dibenak seseorang, kini dengan mudah bisa ditulis dan dipublikasikan, dalam hitungan menit. Beda dengan jaman dulu (Jadul), terlebih dahulu harus menulis dengan mesin tik, setelah selesai dikirimkan oleh Pak Pos ke penerbit surat kabar tertentu di kota tertentu. Selanjutnya menunggu, seminggu, dua minggu, dan bisa sebulan, kalau beruntung tulisan berupa Surat Pembaca atau Opini bisa diterbitkan. Kalau redaksi tidak berkenan, maka tulisan yang dibuat semalam suntuk itu hanya sekedar masuk keranjang sampah. Masih untung kalau dikembalikan, dengan catatan dan embel-embel tulisan kurang berbobot.


Ya, saat ini memang sudah berubah seratus delapan puluh derajat, mesin ketik manual entah di mana,  Pak Pos sudah banyak yang menghilang, dan Om Redaksi yang "garang" pun bisa dilewati. Sekarang semuanya serba instan, begitu cepat dan mandiri. Persoalannya kini yang menjadi penentu konten dan kualitas tulisan adalah diri sendiri. Kemerdekaan menulis hendaknya dengan tetap memperhatikan etika, estetika, moral atau norma-norma yang berlaku di masyarakat.


Boleh menulis apa saja, tetapi sebelumnya hendaknya membaca terlebih dahulu. Membaca referensi yang ada di buku, artikel surat kabar, artikel di web-blog atau blog, jurnal atau bahan lainnya yang dianggap relefan dan berbobot. Begitu pula, menulis harus diawali dengan membaca situasi dan kondisi sekitar. Siapa yang diperkirakan menjadi pembaca tulisan, perlu mendapat perhatian serius. Kenyataannya masih banyak tulisan yang asal jadi, dengan logika dan pengetahuan ala kadarnya dan abal-abalan.  Persoalan menjadi riweuh jika hal yang ditulis termasuk persoalan serius dan sensitif .


Oleh karena itu, baca, baca dan bacalah, baru mulai menulis. Mencari sumber bacaan saat ini tidaklah sulit, bisa memanfaatkan jasa Om Google atau Mbak Yahoo, dengan menggunakan kata kunci tertentu. Tinggal cari, pilih dan pilah, namun jangan lupa, gunakan hati nurani dan pikiran yang jernih dalam menentukan referensi yang akan dipilih. Sebab hasil mesin pencarian bersifat umum, dengan hanya satu pertimbangan, yaitu kata kunci. Mesin pencari bersifat netral, tidak memihak dan kurang sensitif dengan nilai-nilai yang dianut kelompok masyarakat tertentu. Oleh sebab itu, carilah referensi yang memang "tidak menyesatkan".


Keinginan untuk menulis dan mempublikasikannya melalui situs jejaring sosial atau web-blog  adalah perbuatan mulia, karena ada keinginan untuk berbagi dengan sesama. Namun hal itu tidak berlaku jika konten tulisan mengandung unsur provokasi, menimbulkan kebencian, memuat kebohongan atau pemutar-balikan fakta. Sekali lagi, tulisan adalah produk intelektual yang bersumber dari hati dan pikiran kita, sudah selayaknya pikiran harus terlebih dahulu diberi "makan yang bergizi" berupa bacaan yang berbobot. (Atep Afia)

Universitas Mercu Buana Jakarta




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline