Lihat ke Halaman Asli

Jumlah Penduduk Miskin Indonesia Melebihi Penduduk Malaysia

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (BPS) Maret 2010, jumlah penduduk miskin Indonesia mencapai 31,02 juta orang, atau sekitar 13,33 persen dari jumlah penduduk Indonesia.  Pada saat yang bersamaan, jumlah penduduk Malaysia sekitar 26,79 juta orang. Dengan demikian jumlah penduduk miskin di Indonesia melebihi jumlah penduduk Malaysia.

Ternyata begitu banyak orang miskin di Indonesia, tersebar di semua kabupaten dan kota. Penyebab utama kemiskinan adalah sangat terbatasnya kesempatan kerja dan berusaha. Kemiskinan juga terkait dengan kualitas sumberdaya manusia yang belum mumpuni, sehingga tidak bisa berinteraksi dengan sektor industri.

Sementara di sisi lainnya keberadaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), yang berpotensi menyerap tenaga kerja kurang terdidik, keberadaannya nyaris seperti "anak tiri". Berbeda dengan usaha besar yang padat modal dan teknologi, dengan mudahnya digelontori kredit perbankan dan berbagai kemudahan lainnya.

Sebagai gambaran, sepanjang 2010, sekitar 10 - 15 persen atau sekitar 790 ribu - 1,17 juta pelaku UMKM produksi di Jawa Barat menutup usahanya dan beralih menjadi pedagang produk impor asal Cina. Keuntungan yang lebih besar dan risiko yang lebih kecil menjadi alasan mereka beralih (Pikiran Rakyat, 22 Desember 2010).

Ya, itu fakta di lapangan, serbuan barang impor, terutama asal Cina dengan jelas dan transparan mematikan usaha bidang produksi. Di Jawa Barat saja mencapai sejuta UMKM, lalu bagaimana jika ditambah dari propinsi lainnya. Begitu mengenaskan, jika satu UMKM misalnya bisa menampung tenaga kerja sampai lima orang, maka jutaan orang akan kehilangan pekerjaan. Ya, karena yang beralih profesi menjadi pedagang barang asal Cina itu pemilik usahanya, pekerjanya yang tak memiliki modal berubah status menjadi penganggur. Dengan demikian, jumlah penduduk miskin pun terus meningkat.

Baik pihak pemerintah maupun pengamat ekonomi mengklaim bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2011 bisa mencapai 6,2 persen. Namun hal itu sama sekali tidak berarti jika jumlah penduduk miskin tetap banyak. Bahkan jumlah penduduk miskin akan terpicu oleh naiknya harga Sembako dan adanya rencana pemberlakuan pembatasan konsumsi bahan bakar minyak (BBM). Sebagai contoh sederhana, ratusan ribu tukang ojek akan menjerit ketika BBM dibatasi, sebagian di antaranya akan beralih profesi dari pengojek menjadi penganggur. Daya beli masyarakat akan terpangkas besar-besaran, yang akhirnya akan mendongkrak jumlah penduduk miskin.

Kebijakan jalan pintas sering ditempuh pemerintah untuk sekedar "meredam berita" kemiskinan, misalnya melalui langkah yang tidak mendidik berupa bantuan tunai langsung (BTL). Setiap keluarga miskin mendapat jatah ratusan ribu rupiah. Jelas "kebijakan bodoh" ini sama sekali tidak akan mengentaskan kemiskinan, malah sebaliknya menyebabkan rakyat yang miskin menjadi makin malas. Selain itu, kegiatan seperti BTL acapkali menjadi publikasi carut-marut kemiskinan yang ada di Indonesia ke seluruh dunia. Hal itu karena dalam pelaksanaannya seringkali diwarnai kekisruhan yang kekacauan, dorong-dorongan, bahkan ada yang sampai terinjak-injak. Nah, hal ini menjadi santapan media, baik nasional maupun internasional.

Lantas, bagaimana solusi untuk mengendalikan pembengkakakan angka kemiskinan ? Lebih tepatnya, bagaimana upaya mensejahterakan penduduk miskin, dan mencegah penduduk tidak miskin menjadi miskin. Instrumen yang ada pada pemerintah sebenarnya sudah memadai, ada Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Sosial yang perangkatnya sampai ke tingkat daerah. Begitu pula seluruh Pemerintah Daerah memiliki dinas/instansi yang berkaitan dengan pengentasan kemiskinan. Dalam hal ini pemerintah bisa bekerjasama dengan perusahaan besar yang memiliki  program corporate social responsibility (CSR) dan Perguruan Tinggi Negeri/Swasta (PTN/PTS) yang memiliki program pengabdian pada masyarakat (PPM).

Persoalannya ialah tidak adanya kemauan yang kuat. Kalaupun ada program pengentasan miskin hanya berupa lips service, abal-abalan alias ngasal. Proposal memang hebat-hebat, dengan anggaran yang wahh, namun kebanyakan hanya mentok sebagai seminar, lokakarya, penyuluhan dan sejenisnya. Penduduk miskin yang menjadi sasaran program tetap miskin, tidak berubah. Mungkin hanya "sekedar tahu" bagaimana caranya menjadi tidak miskin. Sedangkan langkah kongkritnya ? Au ahh gelap .... (Atep Afia)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline