Lihat ke Halaman Asli

Beras Transgenik Vs Beras Organik

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Parenting. Sumber ilustrasi: Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Pendahuluan

BERAS merupakan bahan pangan utama bagi penduduk Indonesia, dengan tingkat konsumsi perkapita mencapai 130 kg. Artinya, setiap penduduk Indonesia mengonsumsi beras rata-rata 361 gram per hari. Kalau jumlah penduduk saat ini sekitar 225 juta, berarti jumlah beras yang harus tersedia mencapai 86.640.000.000 gram atau 86,64 juta kg per hari. Dalam setahun diperlukan 31.623.600.000 kg atau 31,624 juta ton beras ! Oleh sebab itu impor beras sulit dihindari, meskipun masih bersifat pro dan kontra.

Dari angka-angka itu saja menjadi lebih dipahami, mengapa muncul istilah “ketahanan pangan”, yang sangat berpengaruh pada “ketahanan nasional”. Dapat diartikan, bahwa situasi per-beras-an bisa menggoyahkan ketahanan negara, bisa “mencoreng muka” pemerintah, bisa menurunkan “citra bangsa” di dunia internasional.

Begitu strategisnya posisi sosial, politik dan ekonomi beras, yang mengherankan kenapa posisi produsen beras, alias petani, sering terlupakan.  Petani memang sering “pusing tujuh keliling”, selain harga gabah anjlok, pestisida palsu, pupuk mahal, kelangkaan benih, dan tak lama lagi akan dipusingkan oleh persoalan mutu beras, apakah berasnya mengandung pestisida, apakah terkontaminasi logam berat, apakah menggunakan benih transgenik.

Pada sisi lainnya, konsumen juga akan menjadi galau terkena imbas isu-isu seputar beras yang mengandung karbamat, organokhlorin, triazin, urasil dan pestisida lainnya; Mengandung logam tembaga (Cu), seng (Zn), timah (Pb), cadmium (Cd), krom (Cr), kobalt (Co), atau nikel (Ni), terutama beras yang berasal dari pesawahan yang berdekatan dengan kawasan industri; Atau beras yang mengandung gen dari virus dan bakteri tertentu.

Saat ini telah beredar padi Bt yang memiliki ketahanan terhadap hama penggerek batang. Padi Bt dibuat dengan cara penyisipan (insert) gen dari bakteri tanah Bacillus thuringiensis. Bakteri itu memproduksi protein kristal yang bersifat toksik (racun) pada usus serangga (hama).

Ternyata pada tanaman padi, gen yang diekspresikan oleh gen Bt menyebar tidak hanya di batang, tapi juga di akar tanaman dan serbuk sari, sehingga berpeluang sampai di bulir. Dengan begitu, dengan cara tertentu para petani akan segera dirayu untuk menanam padi Bt, penanamannya pun akan makin meluas.

Beras transgenik akan segera beradar, atau dengan diam-diam mungkin sudah ada di pasar, bisa juga sudah berada dalam sistem pencernaan sebagian masyarkat. Yang menjadi persoalan, apakah ada efek sampnig dari penggunaan beras transgenik, amankah mengkonsumsi beras yang telah disisipi gen dari bakteri, tidak tertutup kemungkinan bersifat racun atau alergi?

Waspada Pangan Transgenik

UPAYA meningkatkan produksi pangan terus dipacu, berbagai teknologi mutakhir diterapkan, sehingga beberapa negara berstatus “kelebihan bahan pangan”. Sementara di bagian dunia lainnya, masih banyak penduduk yang sulit memenuhi kebutuhan pangannya. Secara global, produksi pangan memang relatif mencukupi kebutuhan seluruh penduduk planet bumi, namun yang menjadi persoalan, menyangkut distribusi dan daya beli.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline