Lihat ke Halaman Asli

Reshuffle Kabinet

Diperbarui: 26 Juni 2015   12:05

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Oleh : Atep Afia Hidayat -

Tanggal 20 Oktober 2010 Kabinet Indonesia Bersatu II berulang tahun yang pertama, artinya sudah satu tahun mereka bekerja, dengan kinerja yang beragam. Setidaknya berdasarkan evaluasi dari Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), yang diketuai Kuntoro Mangkusubroto, terdapat tiga menteri yang memperoleh rapor merah. Penerima rapor merah tentu saja perlu dievaluasi, dipertimbangkan secara matang, apakah dalam kurun empat tahun ke depan masih layak menduduki posisinya ?

Bagaimanapun kedudukan menteri berkaitan langsung dengan hajat hidup rakyat banyak. Menteri Komunikasi dan Informatika misalnya, beragam keputusannya akan bersinggungan langsung dengan kepentingan masyarakat. Begitu pula Menteri Hukum dan HAM, kebijakan dan sepang terjangnya berpengaruh nyata terhadap dinamika penegakan hukum dan HAM di negara kita. Terlebih Menteri Pekerjaan Umum, langkah-langkah kongkritnya akan berimbas pada kesejahteraan rakyat di berbagai pelosok daerah.

Sebenarnya resuffle kabinet merupakan hal yang sangat wajar, jika yang menjadi pertimbangan utama adalah menyangkut kepentingan nasional. Bangsa dan negara ini harus segera bangkit, mengejar dan mensejajarkan diri dengan bangsa dan negara lain yang sudah terlebih dahulu maju. Posisi menteri adalah jabatan kunci dalam mengelola bangsa dan negara. Dalam Pasal 17 UUD 45 ditegaskan, bahwa (2) Menteri-menteri itu diangkat dan diberhentikan oleh Presiden; (3) Setiap menteri membidangi urusan tertentu dalam pemerintahan.  Dengan demikian, untuk terciptanya urusan yang lancar, maju dan berkembang dalam pemerintahan, sudah selayaknya Presiden "berani" memberhentikan menteri-menteri yang kurang berprestasi. Terlebih dengan adanya hasil kajian dari UKP4, tidak perlu lagi memikirkan enak-tidak enak, nyaman-tidak nyaman atau ewuh pakeweuh dengan mitra koalisi. Yang menjadi dasar pertimbangan utama adalah kepentingan bangsa dan negara, bukan keperluan sesaat kelompok-kelompok tertentu.

Persoalan berikut, setelah menteri yang memiliki rapor merah diberhentikan, siapa penggantinya ? Adakalanya kepentingan politik menyeruak kembali, mengalahkan kepentingan besar lainnya. Jangan sampai reshuffle kabinet hanya untuk menampung aspirasi kepentingan kelompok politik yang lebih nyaring bunyinya, sehingga menteri pengganti tidak dilihat lagi kemampuan dan pengalaman kerjanya. Dalam sejarahnya Indonesia pernah memiliki pemerintahan dengan susunan kabinet bermaterikan menteri "kelas super", bukan menteri "abal-abalan". Menteri yang sesuai dengan bidang dan keahliannya, menteri yang mumpuni dibidangnya. Sudah saatnya kementerian dipimpin oleh orang-orang profesional, yang mengerti betul apa yang harus dikerjakannya dan memiliki reputasi nasional atau internasional dibidangnya.

Tak dapat dipungkiri, bahwa Kabinet Indonesia Bersatu II merupakan hasil rembugan beberapa Parpol, ada PD, PKS, PKB, PPP, PAN dan Golkar. Namun harus disadari, bahwa tidak semua Parpol memiliki kader yang mumpuni untuk menduduki puncak kementerian tertentu. Sudah seharusnya tidak memaksakan diri menunjuk kader Parpol untuk jabatan menteri, padahal kurang layak. Inga, inga, inga .... ting !!! yang menjadi fokus pemerintahan adalah nasib rakyat, nasib negara ini kedepan. Oleh sebab itu, pertimbangan utama jabatan menteri adalah "serahkan pada ahlinya", tapi ahli yang benar-benar ahli, bukan ahli karbitan atau ahli jejadian. (Atep Afia)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline