Lihat ke Halaman Asli

Aten Dhey

Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Ketika Komodo Meludahi Logika Manusia

Diperbarui: 29 Oktober 2020   21:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jawapos.com

Malam ini panas sekali. Aku mencari angin di luar kamar. Kulit yang tadinya basah karena keringat perlahan mulai kering.

Udara malam melepasku dari kepenatan serta kepanasan. Suara jengkrik berkeriak dan berteriak dari semak-semak duri. Ranting-ranting kering menjadi habitat penuh damai bagi mereka. Di sana mereka mengisolasi diri dari matahari dan hujan. 

Saat aku mendekat mereka diam seribu bahasa. Aku mengeluarkan korek api dan mencoba membakar ranting-ranting kering. Cahaya api membuat jengkrik-jengrik itu bernyanyi. Suara bersahut-sahutan. Indah sekali.

Aku menahan niat untuk membakar. Ada yang aneh dari nyanyian jengkrik di semak duri. Ternyata aku salah memahami insting mereka. Itu bukan nyanyian melainkan tangisan. Aku datang mengganggu kenyamanan mereka.

Tanpa sadar aku bagian dari mereka. Aku berada dalam rasa dan tangis mereka. Ternyata ruang privasiku sendiri tidak sepenuhnya memberi kenyamanan. Aku keluar kamar menghilangkan kepenatan dan kepanasan. Alam tidak mampu membaca logikaku. Yang salah bukan aku tetapi alam.

Aku menahan nafsu bejatku saat insting binatang lebih kuat dari pada logikaku. Ada puisi dan narasi kegelisahan dari bangsa jengkrik untuk binatang sebangsa dinosaurus bernama Komodo. Mereka takut saudara mereka hilang dan punah.

Ada pesan yang dikirim melalui tanda-tanda alam. Seekor komodo tua berdemo atas nama anak cucu. Katanya manusia terlalu jauh mencampuri urusan rumah tangga mereka. Padahal dari dulu mereka selalu hidup damai. Tanpa manusia mereka bisa hidup.

Logika manusia terlalu sempit. Mereka tidak mampu masuk dalam insting para binatang. Jika manusia ingin menjadi binatang tinggalkan dan tanggalkan logika. Jika demikian mereka lebih binatang dari kami.

Kata-kata jengkrik membuatku malu. Aku tak habis pikir. Mengapa komodo mengirim pesan alam kepada semua binatang dalam nada penuh amarah. Apa yang salah dengan manusia? Logikanya terbukti dengan kemajuan teknologi infomasi, komunikasi, pembangunan berbasis 4.0 dan masih banyak kemajuan yang dibuat oleh manusia.

Mengapa komodo meludahi logika manusia?

Seekor kupu-kupu terbang di taman. Aku melihat kepakan sayapnya indah sekali. Wahai manusia. Betapapun jeniusnya kalian, ukiran tanganmu tak akan seindah karya Allah atas alam. Logikamu terlalu kecil ketika mau melawan tanda-tanda alam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline