Lihat ke Halaman Asli

Aten Dhey

Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Surat untuk Sahabatku, Petrus

Diperbarui: 13 Oktober 2020   11:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompas.com

Petrus Sahabatku.

Apa kabar? Pasti kamu sehat.

Petrus. Aku ingin kita duduk bersama lagi. Mendengar kisah-kisahmu dulu. Heroik. Penuh aksi. Jujur aku kagum sekali padamu.

Oh ya, Petrus. Yudas, sahabat kecil kita. Tingkahnya sekarang sangat berubah. Aku tak tahu mengapa begitu. Dia sungguh berubah sekarang. Berbeda. Ya, aku sulit menjelasnya dengan kata-kata.

Petrus. Melihat aksi Yudas yang semakin menjadi-jadi, mungkin aku bisa meminta pada Guru agar bisa membiarkanmu bangkit dalam hari-hari ini. Hanya engkau yang berani maju ketika angin badai menerjang "Perahu" Kita.

Yudas Pengkhianat dan para elit membungkus diri saat kekacauan datang menerpa. Mereka aktor di depannya. Saat kekacauan muncul mereka bersembunyi di tempat yang aman. Mencuci tangan, berpangku kaki, dan meneguk arak-arak memabukan.

Petrus lakukan sesuatu. Mohonkan pada Guru untuk melawat dan melewati hidup mereka tenggelam di bawah tanah dalam air dari Perahu yang tengah ditiup angin-angin pemusnah.

Aparat sekarat. Rakyat melarat. Mereka membuncit.

Petrus seandainya saja. Ya, seandainya aku adalah kamu. Itu pasti.

Datanglah Petrus. Kita seruput secangkir kopi bersama. Mari meneguk dalam rasa panas, manis, dan pahit dari aroma-aroma kegelisahan.

Menghabiskan kopi menyisakan ampas.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline