Lihat ke Halaman Asli

Aten Dhey

Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Bahaya Mendewakan Ijazah

Diperbarui: 1 Oktober 2020   14:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aten Dhey

Minat membaca dan menulis di masa pandemi ini melonjak drastis. Semua orang berlomba-lomba membekali diri dengan melahap berbagai informasi, entah di media cetak atau media online. 

Grup-grup pegiat literasi di akun media sosial kebanjiran pendatang baru. Mereka datang dengan satu misi, "Ingin mengabadikan momen kalau saya adalah saksi sejarah korona.

Matahari pengetahuan menyinari serta memanasi jagad maya dan nyata. Penyebaran arus informasi menjaring di udara. Tertangkap semua orang melek pengetahuan dalam jenjang usia yang berbeda mulai dari tingkat sekolah dasar hingga lanjut usia. 

Mereka bisa mengakses berbagai genre tulisan, entah sastra atau ilmiah, entah metode belajar atau tutorial memasak, entah cara cepat menurunkan berat badan atau tips mencari jodoh yang tepat.

Cita-cita mengabadikan momen itu terekam jelas di dinding-dinding linimasa media sosial, di dalam folder-folder komputer dan dalam catatan di buku-buku harian. 

Mbak "google" penyokong dan penyaji informasi tercepat dan tercanggih di dunia, dibanjiri peminat informasi. Google, sang filsuf amatiran di dunia para digital. Dia semakin dipuja-puji.

Gerakan mengabadikan sejarah serta niat melawan lupa di masa pandemi ini menjadi aksi tandingan bagi mereka yang terlalu mendewakan ijazah tanpa memperkaya diri dengan "on going education by reading and writing."

Dalam catatan dunia, bangsa Indonesia menjadi negara dengan tingkat kesadaran membaca sangat minim. Presentasi orang yang membaca setiap hari sangatlah sedikit. Hanya instansi pendidikan seperti sekolah dan kampus-lah yang menjadi penyumbang minat membaca bagi bangsa ini. 

Ya, memang harus seperti itu karena sekolah dan kampus mewajibkan orang membaca dan menulis. Namun, perlu ditinjau lebih jauh apakah minat dan motivasi membaca dan menulis di sekolah dan kampus juga sangat besar?

Lantas bagaimana dengan masyarakat di luar instansi pendidikan itu? Seperti mereka yang bekerja di pabrik-pabrik, di perkantoran, nelayan, petani, pedagang, dan lain sebagainya? Apakah ada minat membaca di sela-sela kesibukan harian?

Ada tren bahwa kegiatan membaca dan menulis itu berhenti ketika telah menerima ijazah. Memang benar bahwa ijazah adalah bukti bahwa kita pernah mengenyam pendidikan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline