Lihat ke Halaman Asli

Aten Dhey

Senyum adalah Literasi Tak Berpena

Potret Senja Masa Lalu

Diperbarui: 12 Juni 2019   21:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dok. Wawan Kurniawan

Senja menyapu indah percikan sinar mentari. Dia beranjak menuju ke tepian. Merah tua di langit sore perlahan menghilang. Jejak dalam bayang mulai luntur dan lenyap. 

Duniaku terlahir dalam senja. Saat panas mulai redup seonggok anak mengitari tanah. Berlari. Berteriak. Tertawa. Bergurau. Semua terukir begitu saja. Mungkin kebetulan. 

Senjaku seperti ibu tukang tenun. Duduk manis di ujung barat. Memanggil penjelajah cinta mengotori kaki dan tangan. Benang-benang galeri dipental dengan jemari cinta yang mulai keriput. Rapuh nan lemah namun bertahan hingga malam tiba. 

Perlahan rasa itu telah pergi. Tersimpan di benakku memori indah masa lalu. Masih terdengar jelas dentuman buah kelapa yang jatuh ke tanah. Suara ibu memanggil di kala malam menyelimuti diri. Galeri rasa terus bersuara dalam rindu dan kangen. 

Terlukis di mata polos bentangan cinta yang tercecer di tanah tempat aku bermain. Di sudut-sudut tua terpatok tiang tak bermulut yang menjadi saksi tentang masa indahku. Dalam diam galeri rasa ini terus berontak memaksa ke masa lalu. Dalam bisik kutenangkan. Diam dan bersabarlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline