Cerpen oleh Sirilus Gonsi
Hari siang. Sepi, tidak ramai seperti biasanya di Bengkel. Tidak ada bunyi mesin di Bengkel tersebut. Pemilik bengkel tertidur. Aku sendiri. Pikiranku melayang entah. Aku menunduk. Lama aku bergulat dengan pikiran sendiri.
"Selamat siang". Seseorang menyapaku. Dia menyerahkan bungkusan padaku. Bungkusan itu berwarna hitam. Di luarnya tertera nama dan alamat tempat tinggalku. Tidak ada nama dan alamat pengirim. Aku penasaran akan isi dari bungkusan itu. Aku ragu-ragu untuk membukanya. Mungkin orang salah mengirim sesuatu padaku. Biasanya siapa yang mengirim barang kepadaku, terdahunya disampaikan melalui pesan WhatsApp. Kalaupun barangnya untuk dititipkan untuk dikirim dan diantar tetap diawali pesan Whatsapp.
Setelah menerima kiriman itu aku kembali ke rumah. Masih ragu dengan asalnya kiriman itu aku menyimpan saja di atas meja. Pikiranku selalu bertanya siapa yang mengirimkan bungkusan itu. Aku sendiri an dan mencoba menduga-menduga siapa yang mengirimkan bungkusan itu. Aku bertanya pada Lauh temanku melalui pesan whatsapp. Lauh mengaku bukan dia yang mengirimkannya. Kemudian aku menghubungi Osin mantan pacarku, apakah dia ada mengirim sesuatu untukku. Osin menjawab bukan, dan dia mengolokku."kau percaya diri sekali, dan merasa diri inti". Osin mengata-ngataiku dengan omelan yang tidak rasional.
Aku belum menemukan Jawaban pasti akan kiriman itu. Perasaan dan pikiran tidak tenang. Aku minum air putih. Setelah itu aku memberanikan diri membongkar bungkusan itu. Kurobek kresek hitam yang membungkus bagian luarnya. Ada kertas putih yang membungkus bagian dalamnya. Kertas putih itu dilem rekat dan sangat apik.
Pada kertas putih itu juga tidak ditemukan alamat pengirimnya. Dikertas itu tertera nama dan alamatku sebagai penerima. Apakah ini Surat? Kalaupun surat siapa pengirimnya. Pengirim bungkusan itu sepertinya memberi teka-teki untuk dijawab. Aku membuka kertas itu. Aku merobeknya pada bagian yang direkatkan dengan lem di ujung atas. Isi kiriman itu adalah sebuah buku gambar dengan dua buah pensil terang hitam dan terang merah. Masih belum ditemukan juga siapa pengirimnya.
Melihat isi kiriman itu, aku menggeleng kepala. Apa maksudnya kiriman itu. Aku bukan seorang pelukis. Aku hanyalah tukang ojek yang penghasilannya tidak tentu. Keluargaku tidak ada yang menjadi pelukis. Keluargaku adalah buruh harian yang tidak tetap. Kadang mereka bekerja sebagai pengrajin gula aren dan pengrajin tuak. Keluargaku juga bukan pekerja tukang kayu yang membutuhkan pensil dan kertas untuk gambar dan lostat barang bangunan.
Ahh kiriman ini, apa maksudnya. Hari makin siang, dan aku berkutat dengan pikiranku sendiri. Rasa lapar mulai menyerang. Tiba tiba handphoneku berdering.
"Selamat siang kak. Apa kirimannya sudah diterima?" Suara seorang perempuan yang menelpon. "Sudah". Aku menjawabnya.
"Kalau boleh tau, siapa yang mengirim kiriman ya?" Aku bertanya kepada perempuan penelpon.
Tidak ada jawaban dan telepon dimatikan. Aku menggerutu dan makin penasaran. Handphone berbunyi lagi ada pesan whatsapp masuk.
"Aku Icha kak. Icha yang pernah kakak antar. Itu hadiah valentine untuk kakak. Semoga kakak senang menerimanya."