Oleh Sirilus Gonsi
Masa SMA merupakan masa yang paling indah. Salah satu hal yang menarik dan terjadi saat SMA adalah trend pacaran. Bahkan ada rumor yang menarik, bahwasannya bila ada pelajar SMA yang belum punya pacar berarti belum mempunyai identitas diri yang lengkap. Memang tidak dapat dipungkiri bila pacaran merupakan fenomena tersendiri dikalangan remaja SMA. Pada zaman sekarang, berpacaran merupakan sebuah kebiasaan yang bahkan menjadi budaya pada siswa siswi sekolah menengah atas.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, pacar adalah kekasih atau teman lawan jenis yang tetap dan mempunyai hubungan berdasarkan cinta-kasih. Berpacaran adalah bercintaan; atau berkasih-kasihan (dengan sang pacar). Memacari adalah mengencani; (atau) menjadikan dia sebagai pacar. Sementara kencan sendiri menurut kamus tersebut adalah berjanji untuk saling bertemu di suatu tempat dengan waktu yang telah ditetapkan bersama. Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas mengartikan pacaran sebagai proses perkenalan antara dua individu yang biasanya berada dalam rangkaian tahap pencarian kecocokan untuk bereproduksi melalui perkawinan, atau hubungan seksual.
Anak SMA berpacaran tentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, baik faktor internal maupun faktor eksternal. Faktor internal seperti adanya rasa saling ketertarikan satu sama lain, untuk saling membantu dan membutuhkan, untuk belajar saling mengenal serta mencari pasangan yang cocok, untuk saling memotivasi, untuk rekreasi dan memperoleh kesenangan, serta untuk ajang prestasi dan sumber status. Faktor eksternal seperti globalisasi, pengaruh teman sebaya dan pengaruh lingkungan.Alasan lain kenapa anak SMA berpacaran adalah untuk membuktikan kalau dia normal, motivasi belajar, mengikuti trend, membuktikan kalau dia cantik/ganteng, membuktikan bahwa dia sudah mengenal cinta, dan kurang kasih sayang orang tua sehingga ia ingin mencari kasih sayang dari orang lain.
Fenomena anak SMA berpacaran tak bisa dipungkiri. Bertitik tolak pada alasan anak SMA berpacaran sebagaimana yang disebutkan di atas, bagaimana peran guru? Guru sebagai pendidik dan pembimbing sekaligus orang tua kedua bagi siswa di sekolah tentunya memiliki beberapa peran. Pertama, memberikan sosialisasi tentang dampak baik dan buruk berpacaran, dan bukan melarang berpacaran. Dampak positif berpacaran adalah belajar bersosialisasi dan belajar mengetahui karakteristik orang lain. Dampak negatifnya seperti kekerasan fisik, kekerasan seksual, kehamilan, penularan penyakit seksual, kehabisan uang, dan bisa menurunnya konsentrasi belajar serta timbulnya malas pada siswa, merugikan diri sendiri karena banyak waktu terbuang kepada hal-hal yang tidka bermanfaat, galau tidak menentu dan persoalan lainnya.
Kedua, guru bekerja sama dan melibatkan peran orang tua dalam hal membimbing peserta didik yang berpacaran. Peran bimbingan terhadap anak sekolah yang berpacaran bukan pada guru saja melainkan juga melibatkan peran orang tua untuk membatasi atau memberikan edukasi tentang apa yang seharusnya dilakukan dan jangan dilakukan oleh pelajar saat berpacaran. Hal ini dilakukan sebab prilaku berpacaran peserta didik tidak saja di lingkungan sekolah juga di luar lingkungan sekolah. Ketika murid sudah berada di luar sekolah, itu sudah menjadi tanggung jawab orang tuanya untuk membimbing dan memainkan peran positif agar anak bisa terkontrol tindakan dan perilakunya dalam berpacaran.
Ketiga, berikan perhatian lebih kepada siswa siswi yang berpacaran. Salah satu peran aktif guru sebagai seorang tenaga pengajar adalah, berikan perhatian lebih kepada siswa yang berpacaran. Dengan memberikan sebuah perhatian yang lebih, maka murid yang berpacaran, relatif dapat mengendalikan diri. Melalui perhatian yang lebih ini diharapkan dapat meningkatkan kesadaran pada peserta didik yang berpacaran sehingga mereka akan tetap fokus pada pelajaran di sekolah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H