Lihat ke Halaman Asli

Atanshoo

Mahasiswa

Padahal Dulu Kita Pernah Sepakat Untuk se-Akad

Diperbarui: 17 Januari 2024   23:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Samantha Gades on Unsplash

Padahal Dulu Kita Pernah Sepakat untuk Se-Akad

(Atanshoo)


Dulu, kita berdiri di bawah langit yang sama, berbagi mimpi dan janji yang tampaknya akan bertahan selamanya. Kita pernah sepakat untuk se-akad, sebuah janji suci yang kita ukir dalam doa dan harapan. Janji itu bagaikan benang merah yang mengikat dua hati dalam satu visi tentang masa depan bersama.

Kita membangun istana harapan dari kata-kata, mengukir rencana di atas kanvas impian. Kita berbicara tentang rumah kecil dengan taman yang asri, suara tawa anak-anak yang akan mengisi ruang-ruangnya dengan keceriaan. Kita membayangkan pagi-pagi yang diawali dengan senyum, dan malam yang diakhiri dengan bisikan sayang sebelum terlelap.

Namun, seiring waktu, mimpi-mimpi itu mulai pudar, seperti bintang yang perlahan kehilangan cahayanya. Realitas kehidupan, dengan segala tantangan dan ujian, mulai menarik kita ke arah yang berbeda. Perbedaan yang dulunya kita anggap sebagai pelengkap, perlahan berubah menjadi jurang yang memisahkan.

Kita mulai tersesat dalam labirin kesalahpahaman, terperangkap dalam jerat ego yang tak kunjung menemukan titik temu. Kata-kata yang dulu lembut dan penuh pengertian, berubah menjadi senjata yang tidak sengaja melukai. Mimpi yang kita rajut bersama mulai terurai, tak lagi seindah yang dulu kita bayangkan.

Padahal, dulu kita pernah sepakat untuk se-akad. Kita berjanji untuk bersama mengarungi samudra kehidupan, saling menopang di kala lemah, saling mengisi di kala kosong. Namun, kini semua itu hanya menjadi kenangan, sepotong masa lalu yang tersimpan dalam lipatan memori.

Sekarang, kita berdiri di persimpangan yang berbeda, melangkah pada jalan yang tidak lagi berpotongan. Meski begitu, dalam diam, aku masih menghargai setiap kenangan dan pelajaran yang telah kita bagi. Setiap tawa dan air mata, setiap suka dan duka, telah mengajarkanku arti cinta, kehilangan, dan penerimaan.

Dalam setiap doaku, aku masih menyimpan harapan agar kau menemukan kebahagiaan, meski itu berarti tanpa aku di sisimu. Karena cinta sejati, pada akhirnya, adalah melepaskan seseorang untuk menemukan kebahagiaan mereka, meski itu berarti hatimu sendiri harus berdarah.

Padahal dulu kita pernah sepakat untuk se-akad, namun mungkin, untuk saat ini, akad itu hanya akan menjadi cerita yang kita simpan sebagai bagian dari perjalanan hidup kita.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline