Lihat ke Halaman Asli

Mengapa Minder?

Diperbarui: 26 Juni 2015   06:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

13032668481676684463

Minder umumnya berawal dari  penilaian diri yang buruk. Meurut Alfred Adler, kebanyakain orang merasa minder karena mengalami inferioritas yang di tandai adanya perasaan tidak kompeten atau kekurang mampuan diri. Perasaan ini bisa muncul karena orang tersebut merasa (atau betul-betul) memiliki kekurangan secara fisik maupun psikis. Seseorang yang selalu membandingkan dirinya dengan orang lain, dan merasa dirinya lebih rendah, kakn memunculkan rasa minder. Orang perfeksionis, yaiutu orang yang sangat takut penampilannya tidak memuaskan (penampilan fisik maupun hasil karyanya), juga menandakan bahwa yang bersangkutan mengalami inferioritas. Karena merasa inferior, pada umumnya mereka cenderung manarik diri dari lingkungan sosial. menurut psikoanalisis, perasaan inferior tumbuh sejak masa kanak-kanak. Minder umumnya muncul dari pengalaman masa lalu. Seringkali pada masa-masa perkembangan, anak-anak dikondisikan untuk merasa bahwa dirinya memiliki hal yang memalukan. Dia merasa tidak sebaik orang lain. perasaan inferior seringkali tumbuh karena sikap atau perilaku orang tua, guru atau orang dewasa lainnya, yang kurang tepat terhadap anak-anak. Orang dewasa seringkali melakukan penolakan dan koreksi negatif terhadap anak-anak. Julukan yang sifatnya olok-olok dan merendahkan yang terus dialami juga menjadi sebab seseorang menjadi inferior. Disamping itu prefeksionisme orang tua yang meiliki harapan terlalu tinggi dan tidak realistis terhadap anak juga turut mendorong lahirnya sifat inferior. Ketika si anak tidak dapat memenuhi harapan orang tuanya, ia akan merasa tak mampu dan merasa tidak berguna sehingga munculah minder. Memperhatikan hal diatas. banyak faktor inerioritas disebabkan oleh pengaruh lingkungan yang tidak mendukung. Kebanyakan dari mereka benar-benar dihadapkan pada situasi dimana mereka merasa tidak berguna, tidak bisa apa-apa, dan juga tidak diterima oleh lingkungannya. Membangkitkan kepercayaan diri orang yang inferior merupakan pekerjaan yang tidak mudah, karena cenderung munculnya perasaan tersebut sulit dihindari. Ada beberapa gejala inferioritas yang paling umum, diantaranya :

  1. Perilaku mencari perhatian. Dengan berbagai cara, subjek inferior secara terus menerus berusaha mendapatakan perhatian.
  2. Dominasi, yaitu jika seseorang berbuah seolah-olah berkuasa atas sesuatu yang sebenarnya justru menyebabkan dirinya merasa minder.
  3. Eksklusif, yaitu perilaku tidak terlibat dalam aktifitas sosial dan lebih suka menyendiri akibat banyak kekurangan.
  4. Kompensasi, jika seseorang menyembunyikan perasaan inferiornya dengan mengembangkan diri, sehingga akhirnya mendatangkan respek dan perhatian dari orang lain.
  5. Kritis, yaitu jika seseorang memiliki kebiasaan mengkritik orang lain dalam upaya menciptakan dan memelihara citra bahwa dirinya lebih mampu dari orang lain.

Salah seorang tokoh terkenal yang mengalami minder atau inferioritas adalah komponis Ludwing van Beethoven. Teori yang digunakan teori musik Ludwing van Beethoven dan teori psikologi individual tentang perasaan inferioritas dari ALfred Adler. Secara garis besar, teori musik Ludwing van Beethoven mengemukakan bahwa musik baginya tidak hanya merupakan hiburan, tetapi memberi semangat sehingga mampu menciptakan visi yang ideal. Musik yang diciptakan Beethoven selalau merefleksikan kekuatan, sekaligus menunjukan kepribadian yang menderita. Meski pendengarannya tak berfungsi, musik dapat dinikmatinya. Hal ini secara menakjubkan dapat menghambat keinginan untuk mengakhiri hidupnya. Bahkan menjadikan Beethoven mampu menjadi komponis musik klasik yang sulit dicari tandingannya, dan tetap di kagumi hingga kini. Kemampuannya diakui banyak orang terutama dalam hal menggugah struktur dalam setiap nada sehingga dapat menyentuh emosi jiwa. Belakangan, berdasarkan penelitian ditemukan bahwa musik yang diciptakan Beethoven ternyata mampu mempengaruhi jiwa orang-orang yang menyukai musiknya terutama yang memiliki perasaan inferior. Hasil penelitian menunjukan bahwa musik Ludwing van Beethoven ternyata dapat memberikan terapi bagi responden yang mengalami inferioritas. Walaupun bagi sebagian responden mendengarkan atau memainkan musik Beethoven tidak akan menyelesaikan masalah, tetapi dapat meringankan masalah yang sedang diakui banyak orang. Dengan merujuk pada teori psikologi individual tentang perasaan inferioritas Alfred Adler, setiap individu mempunyai kapasitas  untuk mempromosikan perasaan inferioritas pada orang lain. Dengan adanya kelebihan di bidang musik atua kelebihan di bidang lainnya dapat membantu individu yersebut untuk lebih percaya diri terhadap kemampuan dirinya. Oleh karena itu bagi yang mengalami inferioritas, disarankan untuk memperkuat salah satu bidang yang dikuasainya. Hal lain yang penting dalam mengatasi inferioritas adalah dengan dengan meningkatkan harga diri. Harga diri merupakan suatu hasil penilaian individu terhadap dirinya yang dinyatakan dalam sikap-sikap yang bersifat positif atau negatif. Seseorang menilai dirinya sendiri akan mempengaruhi perilaku dalam kehidupannya sehari-hari. seseorang yang memiliki harga diri negatif akan cenderung merasa bahwa dirinya tidak mampu dan tidak berharga bagi sekelilingnya. Oleh karena itu orang yang memiliki harga diri negatif umumnya tidak berani menghadapi tantangan-tantangan baru dalam hidupnya. Mereka lebih senang menghadapi hal-hal yang familiar dan dikenal dengan baik dan cenderung takut menghadapi respon dari orang lain. Oleh karena itu orang yang minder sulit menggapai kesuksesan. Harga diri yang posittif akan membangkitkan rasa percaya diri dan keyakinan akan kemampuan dan kompetensi diri, serta menimbulkan rasa bahwa kehadirannya diperlukan di dunia ini. Seseorang yang memiliki harga diri yang positif, akan meyakini bahwa dirinya dapat mencapai prestasi yang diinginkan. Keyakinan inilah yang memotovasinya untuk sungguh-sungguh mencapai cita-citanya., (dari berbagai sumber)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline