Di Indonesia, sistem distribusi keuangan yang adil, proporsional, demokratis, transparan, dan akuntabel dibangun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk mengurangi perbedaan keuangan di antara mereka. Sistem ini didasarkan pada prinsip desentralisasi, dekonsentrasi, dan kerja sama, dan bertujuan untuk mengurangi perbedaan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Format hubungan keuangan pemerintah pusat dan daerah (HKPD) di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah.
HKPD (Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah) terdiri dari 3 pilar utama, yaitu:
1.Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Pendapatan Asli Daerah (PAD) merupakan sumber pendapatan yang sangat penting bagi daerah. PAD digunakan untuk membiayai gaji pegawai negeri sipil (PNS), pembangunan infrastruktur, dan pembangunan sarana prasarana. Semakin besar PAD yang dimiliki oleh daerah, semakin besar pula kemampuan daerah untuk membiayai berbagai kebutuhan tersebut. Oleh karena itu, penting bagi daerah untuk terus meningkatkan PAD. Tetapi Peningkatan PAD tidak hanya akan meningkatkan kemampuan daerah untuk membiayai berbagai kebutuhan, tetapi juga akan meningkatkan kemandirian daerah dan memperkuat otonomi daerah.
2.Dana Perimbangan Keuangan (DPK)
Dana Perimbangan Keuangan (DPK) adalah dana yang diberikan oleh pemerintah pusat kepada daerah untuk membantu membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan yang diserahkan kepada daerah. DPK terdiri dari 3 komponen utama, yaitu:
a.Dana Alokasi Umum (DAU)
DAU adalah dana yang diberikan secara berkala kepada daerah untuk membiayai penyelenggaraan urusan pemerintahan umum. DAU dihitung berdasarkan jumlah penduduk , luas wilayah, dan tingkat kemiskinan di daerah tersebut.
b.Dana Alokasi Khusus (DAK)
DAK adalah dana yang diberikan kepada daerah secara khusus untuk membiayai urusan pemerintahan tertentu.
c.Dana Otonomi Khusus (DOTK)