Menulis bukan sekadar menorehkan kata-kata di atas kertas atau mengetikkannya pada layar, melainkan merupakan proses mengalihkan pikiran yang bersifat tacit menjadi sebuah karya yang eksplisit.
Tacit, dalam konteks ini, merujuk pada pemikiran, ide, atau pengetahuan yang tersimpan dalam benak seseorang.
Hal ini sering kali tidak terucapkan dan mungkin sulit untuk dijelaskan secara verbal. Menulis memberikan kesempatan untuk menjadikan apa yang tersimpan di dalam pikiran menjadi sesuatu yang nyata, sesuatu yang dapat dibaca, dipahami, dan dialihkan kepada orang lain.
Ketika sebuah ide yang tadinya hanya ada dalam benak diubah menjadi tulisan, ide tersebut menjadi eksplisit---terkodefikasi dan terstruktur sedemikian rupa sehingga dapat dengan mudah dipahami oleh orang lain.
Proses ini memerlukan lebih dari sekadar kemampuan teknis. Untuk menghasilkan sebuah karya tulis yang baik, ada tiga hal pokok yang harus dimiliki oleh seorang penulis: kompetensi bahasa, pengetahuan tentang logika, dan ide yang akan ditulis.
Pertama, kompetensi bahasa adalah kemampuan dasar yang menjadi pondasi dalam menulis. Tanpa penguasaan bahasa yang memadai, sulit bagi penulis untuk menyampaikan ide-ide mereka dengan jelas dan efektif.
Bahasa adalah alat yang memungkinkan penulis untuk mengkomunikasikan pikiran mereka kepada pembaca. Oleh karena itu, penguasaan tata bahasa, kosa kata, dan gaya penulisan sangat penting untuk memastikan bahwa pesan yang ingin disampaikan dapat dipahami dengan baik oleh audiens.
Namun, kompetensi bahasa saja tidak cukup. Pengetahuan tentang logika juga sangat penting dalam menulis.
Kedua, logika memberikan kerangka berpikir yang membantu penulis dalam menyusun argumen, membuat pernyataan yang koheren, dan menghindari kesalahan berpikir yang bisa membuat tulisan menjadi lemah.
Dengan memahami logika, penulis dapat memastikan bahwa setiap ide yang mereka sampaikan memiliki alur yang jelas dan dapat dipertanggungjawabkan.