Lihat ke Halaman Asli

Cemas: Kegelisahan akan Masa Depan yang Tidak Pasti

Diperbarui: 27 Mei 2024   14:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi orang cemas. (Sumber gambar: dokpri/Usman Yousaf on Unsplash)

Kecemasan memberi tekanan emosional yang parah, sedangkan khawatir menyebabkan tekanan emosional ringan. Kecemasan merupakan kondisi psikologis yang jauh lebih kuat daripada kekhawatiran. Itulah sebabnya kecemasan dapat lebih mengganggu dan menimbulkan masalah pada pengidapnya. (halodoc.com)

Ketika mendengarkan kabar, bahwa orang tua (ayah) terkena stroke, suasa hati tidak menentu yang menjalar ke seluruh tubuh.

Perasaan cemas yang sangat tidak menyenangkan dan ada rasa ketegangan yang tidak menentu. Dan akhirnya membayangkan suatu jalan cerita yang tidak logis.

Cemas, semua orang akan mengalami hal ini, tanpa terkecuali, menurut penulis. Penulis menyadari betapa susahnya menghindari rasa cemas, dan bagaimana kita berjuang melawan rasa kecemasan tersebut.

Masa yang akan datang, yang akan kita hadapi, kita belum tahu apa yang akan terjadi. Menyebabkan kita berhenti sejenak dari aktivitas dan menanyakan pada diri sendiri, apa yang akan terjadi setelah ini? Membuat kita cemas terhadap permasalahan yang belum tentu terjadi dari hasil buah pikiran kita.

Ini semuanya oleh karena adanya keterbatasan dalam hal ruang dan waktu dalam hidup kita manusia, sehingga membuat kita tidak tahu apa yang akan terjadi di kemudian hari.

Banyak orang yang karena kecemasan, sehingga tidak bisa melihat hal-hal yang baik dan indah saat waktu yang sebenarnya, sehingga merusak hidupnya sendiri.

Berjuang melawan kecemasan lebih umum terjadi daripada yang kita kira. Kepada semua orang yang sedang bergumul dalam berbagai hal akan masa depan.

Sebagai orang percaya, juga akan bergumul dengan kecemasan yang akan dihadapinya dari waktu ke waktu. Beberapa orang mungkin merasa malu untuk mengakui hal ini, karena mereka takut harus menghadapi anggapan bahwa "mereka kurang iman atau gagal dalam beriman."

Jadi, penulis mengingatkan kita bersama, bahwa kita tidak boleh menyebut perjuangan melawan kecemasan yang kita hadapi sebagai kurang iman atau gagal dalam beriman.

Jika kita melakukan hal ini, mungkin akan semakin memengaruhi mental dan fisik, serta mendorong ketidaksetaraan dalam berbagai aspek kehidupan di kalangan orang percaya yang sedang mengalami kecemasan dan akan menghalangi mereka untuk mencari dukungan dalam menangani kecemasannya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline