Lihat ke Halaman Asli

asy syifa mufidah

sang pembelajar

Meninggalkan yang Meragukan, Pilih yang Meyakinkan

Diperbarui: 26 Februari 2021   07:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dikutip dari ebook Syarah Al-Arbain An-Nawawiyah yang disusun oleh Ustadz Farid Nu'man (buku I)

Hadist Arbain ke-11

عَنْ أَ بِ مُحَمَّدٍ الحَسَنِ بنِ عَلِّ بنِ أ بِ طالبٍ سِبْطِ رَسُولِ اللهِ صلى الله
عليه وسلم وَرَيْحَانَتِهِ رَ ضَِ اللهُ عَنْهُمَ قَالَ: حَفِظْت مِنْ رَسُوْلِ اللهِ صلى
الله عليه وسلم : )دَعْ مَا يَرِيْبُكَ إِ لَ مَا لاَ يَرِيْبُكَ( رواه الترمذي والنسائي
وقال الترمذي: حديث حسن صحيح.

" Dari Abi Muhammad Al Hasan bin 'Ali bin Abi Thalib -cucu Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan kesayangannya- Radhiallahu 'Anhuma, dia berkata: Saya telah menghafal dari Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. "Tinggalkan apa-apa yang kamu ragukan, menuju apa-apa yang kamu tidak ragu." (Diriwayatkan At-Tirmidzi, An Nasa'i, dan At Tirmudzi berkata: hadits hasan shahih)

Makna umum dari hadits ini  adalah :

1. Seorang muslim hendaknya beramal berdasarkan keyakinan serta menerima dan menolak berdasarkan keyakinan pula. Kemudian yang menjadi dasar dari keyakinan itu adalah ilmu. Sedangkan keraguan dan prasangka tidaklah membawa kepada kebenaran. 

2. Keyakinan tidak akan bisa dikalahkan oleh keraguan dan kesamaran. Hal ini lah yang menjadi dasar dan kaidah Umat Islam, khususnya dalam dunia fiqih. Sehingga para ulama membuat kaidah ushul :

"Keyakinan tidak bisa dikalahkan oleh keraguan" (Imam As Suyuthi, Al Asybah, wan Nazhair, Kaidah no 12) 

3. Adanya larangan untuk menjatuhkan diri dalam perkara yang samar (syubhat), paling tidak agar kita berhati-hati dalam perkara yang masih samar. 

Dari makna umum ini kita bisa mengambil hikmah bahwa segala hal yang kita keragui, sesuatu yang samar, sesuatu yang bimbang dan gelisah, maka haruslah kita jauhi, tinggalkan, kesampingkan. Dan hendaklah kita mengambil sikap yang pasti terhadap sesuatu hal. 

Dalam buku ini salah satu yang dicontohkan adalah saat seseorang bimbang apakah wudhu di waktu dzuhur sudah batal atau masih suci? Jika tidak ada kejelasan dalan hal ini, maka hendaklah kita mengambil sikap yang pasti bahwa kita meyakini masih suci dan belum batal, lalu shoolat ashar dengan wudhu zhuhur. Wallahu'alam  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline