Lihat ke Halaman Asli

Mengkritisi Retorika Pemberantasan vs Pencegahan Korupsi oleh PDIP

Diperbarui: 24 Februari 2016   07:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

MENGRITISI RETORIKA "PEMBERANTASAN" VS "PENCEGAHAN" KORUPSI OLEH PDIP. Omongan Sekjen PDIP, Hasto Kristianto (HK), yang meminta agar KPK mementingkan pencegahan ketimbang pemberantasan korupsi, hemat saya, hanyalah silat lidah politik yang tak memiliki substansi apapun keculai sebuah peneguhan hasrat bagi pelemahan lembaga anti rasuah itu. Secara logika sederhana, KPK adalah lembaga yang namanya saja adalah Komisi Pemberantasan Korupsi. Secara gamblang, amanat reformasi menyatakan nbahwa "pemberantasan korupsi" dan bukan "pencegahan korupsi" yang utama. Sebab, rezim sebelum reformasi dikenal sebagai rezim yang sarat dengan KKN atau korupsi, kolusi, dan nepotisme. Karena itu, korupsi perlu diberantas, apalagi karena lembaga-2 penegak hukum yang ada pada masa rezim itu (dan bahkan sampai sekarang) masih dianggap terlalu lemah utk menjadi alat pemberantas ancaman berbahaya bagi bangsa dan NKRI tsb.

Jadi kalau HK sekarang mencoba berkilah, bahwa pencegahan lebih utama dari pemberantasan, maka ia sedang memanipulasi amanat reformasi dengan menggunakan retorika yang seolah-olah bagus. Padahal, jika dipahami lebih dalam, maka memberantas korupsi jelas memiliki aspek pencegahan juga. Hanya saja karena kondisi gawat darurat korupsi di dalam masyarakat Idnonesia, tak bisa lain kecuali melakukan pemberantasan atau terapi lebih dulu. Pencegahan pasti harus dilakukan dan itu harus dalam jangka panjang. Selama nyaris dua dasawarsa terakhir ini, kondisi gawat darurat korupsi masih tetap nyata dan dirasakan oleh rakyat Indonesia. Dan salah satunya adalah praktik-2 korupsi yang dilakukan oleh oknum-2 parpol di Parlemen dan juga di pemerintahan. Termasuk diantaranya oleh oknum-2 dari PDIP sendiri!

Kilah HK adalah ibarat memutar kaset yang rusak dan yang didaptkan adalah suara-2 yang sumbang dan terdistorsi. HK hanya mencoba "ngeyel" membela posisi partainya ttg revisi UU KPK, yang semakin ditolak oleh bangsa Indonesia. Dan semakin lama partai ini ngeyel, maka semakin tidak populer.-aswin aryono-

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline