Lihat ke Halaman Asli

Aswin

Setiap waktu adalah kata

Oligarki Makhluk Pemangsa Rakyat

Diperbarui: 16 Mei 2022   11:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(foto: Pixabay/ilustrasi)

Serupa bayi yang baru lahir. Ia tidak lahir dengan sendirinya ke alam dunia ini, melainkan ada peristiwa yang mendahuluinya, seperti suatu peristiwa pernikahan dan perkawinan, atau hubungan seksual yang mendahului didalamnya. Demikian pula halnya, dengan kelahiran oligarki. 

Oligarki tidaklah berdiri sendiri dalam proses kelahirannya, melainkan ada peristiwa dialektika yang mendahului kelahirannya. "Tidak mungkin ada asap jika tak ada api, " demikian nyanyian leluhur kita, dalam mengungkapkan peristiwa yang lahir atau terjadi dalam kehidupannya. 

Lahirnya oligarki, lantaran gugurnya kekuasaan monarki dan aristokrasi dalam kehidupan zaman. Kedua sistem tersebut, dianggap telah melahirkan korupsi dan ketidakadilan yang begitu menganga dan mendalam bagi kehidupan masyarakat dan rakyatnya. 

Oligarki itu sendiri berasal dari kata Yunani, yakni oligoi (beberapa, segelintir) dan arche (memerintah). Dengan kata lain, oligarki ialah kekuasaan yang dikendalikan oleh beberapa atau sedikit orang (elit politik), namun memiliki pengaruh yang  dominan dalan pemerintahan untuk mewujudkan kepentingan mereka, dan bukan kepentingan rakyat. 

Mereka telah mengambil peran negara untuk kepentingan dirinya. Mengendalikan kekuasaan dan memperkaya diri dan kelompoknya yang minoritas (oligos) di suatu negara, tak terkecuali di Indonesia. 

REFORMASI YANG TIDAK REFORMATIF

Dialektika politik dan kekuasaan ditanah air dengan lahirnya reformasi sebagai antitesa dari politik dan kekuasaan rezim orde baru, dengan harapan mampu melahirkan pencerahan demokrasi, ternyata hanya kehampaan. 

Pasca reformasi Indonesia sebagai negara besar  perlahan lahan mulai tenggelam kebesarannya, dan mengalami disintegerasi kebangsaan. Bahkan Indonesia  kembali masuk dalam daftar negara miskin didunia. 

Reformasi yang tidak reformatif. Begitu Abdurrahman Wahid (Gus Dur), mencitrakan Indonesia dalam pengelolaannya. Kita boleh saja mempertanyakan tesisnya Gus Dur. Dan bahkan berbeda pendapat (disagree). 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline