Lihat ke Halaman Asli

Aswati zakiyah

dari kehidupan yang sederhana.

Mataku Tak Sama Lagi

Diperbarui: 16 November 2023   15:25

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Kekosongan meraja lelah, aku berada dalam hampanya kehidupan. Berjalan menyusuri halaman seakan ini dunia yang luas. Pandanganku tak lagi sama dengannya, menatapnya, merasakan tidak ada lagi kehangatan di dalam jiwa ini. "Aku kenapa?" bertanya pada diri ku lamunan itu terasa semakin nyaman. Dengan semakin derasnya hujan membuatku tak sadar bahwa aku telah lama berada dalam kekosongan (lamunan).

Hey, perkenalkan namaku Nara, aku wanita sedikit lebay namun memang lebay. Kita bicara bercerita, aku dan dua sahabatku, Alex dan Ryan. Mereka adalah pilar-pilar kehidupanku, dan aku bahagia memiliki mereka di sampingku.

Pada suatu hari yang mendung, kami bertiga memutuskan untuk menghabiskan waktu di kafe favorit kami. Tertawa, bercanda, dan berbagi cerita, membuat kehidupan terasa penuh warna. Namun, di antara senyuman-senyuman itu, ada ketidaknyamanan yang mengganjal di dalam hatiku.

Tiba-tiba, seorang pria misterius bernama Adrian muncul dalam kehidupan kami. Ia adalah seorang seniman yang penuh misteri dan pesona. Keberadaannya membawa warna baru dalam kehidupan kami. Alex dan Ryan terlihat tertarik pada pesona Adrian, sementara aku merasa ada sesuatu yang tidak beres.

Adrian membawa energi yang berbeda, membuat kebersamaan kami terasa terancam. Hubungan di antara kami menjadi rumit, dan rasa cemburu tumbuh di hatiku. Aku mencoba menyembunyikan perasaan itu, tetapi semakin lama, semakin sulit bagiku untuk menyimpannya.

Suatu malam, dalam keheningan yang menyelimuti kafe, aku memutuskan untuk berbicara terbuka kepada Alex dan Ryan. Aku mengungkapkan perasaan cemburu dan kekhawatiran ku terhadap Adrian. Namun, mereka merespon dengan sikap yang tak terduga. Alex dan Ryan mengungkapkan bahwa keduanya juga memiliki perasaan yang sama terhadap Adrian.

Kekecewaan dan kekecewaan memenuhi hatiku. Saat itu, aku merasa terlupakan dan tersingkirkan. Ketiganya terlibat dalam perasaan yang rumit, dan aku terjerat dalam pertarungan cinta yang tak pernah kusangka.

Waktu berlalu, dan persahabatan kami semakin merenggang. Adrian menjadi pusat perhatian mereka, sementara aku terpinggirkan. Meskipun mencoba memahami perasaan mereka, kepedihan hatiku semakin dalam.

Pada suatu hari, ketika hujan turun lagi dengan derasnya, aku berjalan sendirian di tepi danau yang pernah menjadi saksi bisu kisah persahabatan kami. Dalam lamunan yang kembali memenuhi pikiranku, aku menyadari bahwa tak ada lagi kehangatan dalam pandangan mereka.

Pandangan mata mereka terhadapku berubah. Aku tidak lagi menjadi pusat perhatian, dan kekosongan meraja lelah semakin dalam. Hujan menjadi saksi bisu perasaan kecewa yang mengalir bersama tetes-tetes air mataku. Dan di saat itulah, aku menyadari bahwa cinta sejati mungkin memang penuh liku-liku, dan kebersamaan yang dulu begitu erat bisa menjadi bayang-bayang yang melingkupi hati yang terluka.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline