Lihat ke Halaman Asli

Apakah Marah Bisa Menyelesaikan Masalah?

Diperbarui: 17 Juni 2015   13:51

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Didiklah anak-anakmu dengan kelembutan dan kasih sayang....
Jangan suka marah-marah, nanti cepat tua...
Jangan ambil keputusan disaat kamu emosi atau marah...
Kata-kata diatas sering saya dengar dari orang-orang di sekitar saya baik ketika saya masih menyandang status sebagai pelajar hingga saat ini. Saya menganggap kata-kata itu sebagai nasihat agar saya menjauhi sifat pemarah.
Kenapa sifat pemarah harus dijauhi karena merupakan perbuatan yang negatif atau tidak menguntungkan. Tapi, jika marah itu merupakan hal yang negatif kenapa saat ini banyak di antara kita justru suka marah-marah dalam merespon suatu masalah.
Marah seolah-olah menjadi saluran tunggal untuk menyelesaikan permasalahan. Bisa jadi sejak di dalam rumah ketika kita akan melakoni aktifitas di pagi hari, menu 'marah' sudah tersaji. Ketika dalam perjalanan ke kantor atau ke tempat tujuan yang lain kita juga menemui orang yang marah. Sampai di tujuan atau di kantor juga kita juga menemukan orang yang marah.
Dalam seharian kita sering melihat mahasiswa yang meluapkan kemarahan ketika sedang melakukan demonstrasi. Kemarahan itu sebagai bentuk kritikan terhadap program pemerintah yang dianggap tidak pro rakyat.
Bukan hanya itu, ketika kita menonton atau membaca koran atau majalah, sering kita disuguhi berita tentang pejabat yang lagi marah-marah ketika lagi kunjungan ke suatu daerah atau tempat.
Kasus terakhir yang ramai diberitakan adalah kunjungan Menteri Perhubungan, Ignasius Jonan, ke kantor pusat Indonesia AirAsia di daerah Cengkareng, Tangerang, Banten.
Di sana, Jonan sempat marah besar karena AirAsia tidak mematuhi satu prosedur.
"Pak Jonan marah-marah di kantor AirAsia. Marah besar," ungkap Hadi M Djuraid, Staf Khusus Menteri Perhubungan, kepada detikcom, Jumat (2/1/2015).
Selama di kantor AirAsia, lanjut Hadi, Jonan meninjau prosedur yang dilaksanakan sebelum sebuah pesawat diterbangkan. Dari situ diketahui bahwa AirAsia melewatkan satu tahapan.
"Jelang keberangkatan, pilot seharusnya mendapat briefing secara langsung oleh Flight Operation Officer (FOO) khususnya mengenai cuaca. Tapi AirAsia selama ini cuma mengandalkan website BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika)," papar Hadi.
Diungkapkan Hadi, hal ini membuat Jonan marah besar. Dia pun meminta AirAsia untuk mematuhi seluruh prosedur, dan bila ada pelanggaran maka pemerintah bisa saja memberi tindakan tegas.
"Kalau ada aturan seperti itu, Anda harus patuhi. Kalau tidak patuh, saya bisa cabut izin Anda," tegas Jonan seperti ditirukan oleh Hadi.
Jika memang ada aturan yang dilanggar maka tentu harus diberi sanksi. Tapi, yang menjadi pertanyaan saya apakah pemberian sanksi harus dengan marah-marah? Apakah dengan marah-marah persoalan atau masalah bisa selesai?
Ataukah dengan marah-marah menandakan seseorang itu serius dalam bekerja? Atau mungkin dengan marah-marah menandakan seseorang itu tegas? Kalau memang marah bisa menjadi saluran tunggal dalam menyelesaikan masalah maka mari lah kita menjadi bangsa yang pemarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline