Di perusahaan itu hanyalah Ranti yang paling mengerti dirinya. Kepribadian Anisa yang cenderung tertutup membuat banyak karyawan lain kurang bergaul dengannya. Ranti memang sudah bekerja lebih dari setahun di perusahaan pengolah rotan tersebut. Sedangkan Anisa baru masuk sekitar enam bulan yang lalu. Sebenarnya Ranti tidak begitu sreg bergaul dengan Anisa. Bila diajak sering menolak. Bila tidak diajak kasihan, dia seorang diri.
Pada suatu pagi Anisa datang lebih dahulu di tempat bekerja. Ketika Ranti datang, dia mendapatkan Anisa hanya duduk termenung di sudut teras perusahaan. Kebetulan masih pagi benar, ruang absen belum juga dibuka oleh pak Idin, security yang bertugas mengurus absen harian para karyawan. "Kamu kenapa Nis, kok pagi pagi sudah melamun begitu?" tanya Ranti. Anisa menggeleng tanpa ekspresi. Nampak dari sorot matanya ada sesuatu yang disembunyikan. Ranti tidak melanjutkan pertanyaan, mereka berdua segera beranjak menuju ruang absen yang baru saja dibuka.
Ketika jam istirahat makan siang tiba Ranti seperti biasanya mengajak Anisa untuk santap bersama di samping musholla. Di sana ada bangku tua yang masih kokoh dan enak unruk tempat makan. Tanpa ditanya tiba - tiba Anisa langsung berkata "Tadi malam akau mendapat telepon dari kakak Ran." Ranti belum menjawab apa - apa karena sesendok nasi sudah mendarat di mulutnya. Anisa pun tidak melanjutkan kata - katanya lagi. Dia langsung membuka 'tupperware" yang berisi nasi dan tumis kol serta ikan suir. Hampir selesai makan, nampak pak Idin datang menghampiri mereka berdua sambil berkata "Mbak Anisa diundang ke ruang pimpinan sekarang juga." Anisa dan Ranti saling menatap. Pak Idin tetap berdiri menunggu Anisa yang masih kebingungan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H