Sudah menginjak bulan keempat kepergian Bapakku menghadap Allah SWT. Rasanya dulu pada saat mengucapkan bela sungkawa, turut berduka cita kepada keluarga lain yang ditinggal meninggal anggota keluarganya, dengan mudahnya bilang, "Sabar ya, nanti waktu yang akan membantu menghilangkan sedih itu".
Begitu duka itu berganti menghampiriku, kalimat itu tidak bisa menjadi solusi. Semakin lama kian merindu untuk berjumpa dengannya, walaupun itu mustahil. Harapan berjumpa dalam mimpi, senantiasa kudengungkan. Menulis kenangan akan Bapak, aku harap bisa meredakan rasa kehilangan ini, meskipun sambil menetes air mata.
Hari-hari menjelang kepergiannya, diikuti dengan sakitnya yang tidak kunjung sembuh. Penyakitnya pun sudah komplikasi. Bahkan kala itu Dokter saja sudah bilang kepada keluarga, tetap semangat, bertahap ini penyembuhannya, karena penyakitnya sudah komplikasi. Sejak lebaran Idul Fitri, kondisi tubuh Bapak semakin menurun.
Sempat terkena stroke di akhir Ramadhan, turut memperburuk kondisinya yang sudah sekitar 2,5 tahun harus cuci darah akibat kemampuan ginjal yang menurun karena dampak mengkonsumsi obat hipertensi menahun. Sempat dirawat beberapa hari di Rumah Sakit, Dokter memperbolehkan Bapak pulang ke rumah untuk merayakan Lebaran. Rasanya waktu itu sungguh bahagia.
Stroke tersebut membuat Bapak sulit mengingat nama orang, nama barang ataupun kejadian yang pernah dialami. Suatu hari, aku mendapati Bapak, mengeluh, karena sudah tidak mengerti lagi akan isi koran yang sedang dibacanya.
Padahal di lingkungan tempat tinggal kami, mungkin hanya Bapak yang masih berlangganan koran, karena memang beliau suka membaca. Bapak menderita penyakit hipertensi sudah bertahun-tahun, membuat beliau harus meminum obat tidak putus.
Hipertensi ini jugalah yang menyebabkannya sulit tidur jika malam hari. Padahal untuk orang yang berusia lanjut, kondisi sulit tidur berhari-hari ini, berbahaya buat kesehatan, karena bisa menyebabkan tensi naik.
Bapak bukan orang yang peduli dengan kesehatannya sendiri, karena beliau masih merokok walau sembunyi-sembunyi. Insomnia juga yang membuat kondisi Bapak semakin sulit pulih.
Setelah Lebaran, Bapak kembali dirawat di Rumah Sakit beberapa hari, alhamdulillah bisa sembuh. Tapi kemudian Bapak dirawat lagi dalam jangka waktu yang cukup lama, hampir penuh satu bulan sampai akhirnya meninggal.
Kondisinya semakin lemah, sudah mulai lupa dengan orang-orang terdekatnya. Acap berhalusinasi bertemu dengan keluarga yang sudah meninggal, dan sering menatap kosong ke arah langit-langit kamar Rumah Sakit, ntah menatap apa.
Beberapa kali, aku mengalami kedutan di lengan tangan kanan atas, dan waktunya selalu sama, selagi aku menjalani sholat Ashar, dan aku tidak paham kenapa.