Lihat ke Halaman Asli

Astri Puspita

Life at insurance industry, mom of two and a simple wife

Belajar Memahami Prioritas Finansial dengan Syariah

Diperbarui: 15 Februari 2018   20:34

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

mainstayfg.com

Gajian merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi para karyawan dan karyawati. Namun hal ini didasari atas sikap konsumtif. Contohnya, baru saja gaji diterima kita sering mendengar "yah...gaji hanya lewat", "waduh minus deh bulan ini". Apakah hal ini akan terus terjadi? Tentu hal ini sudah bosan kita dengar. Dan bagaimana mengatasinya?. Rasullah saw selalu berdoa kepada Allah swt untuk dapat menghindari dirinya dan keluarganya dari hutang. Akan tetapi, jika kita ukur biaya kehidupan saat ini, apakah kita bisa menghidari hutang konsumtif? (diluar dari hutang produktif dan konsumtif pokok). Apa salahnya jika kita coba jalani :

Ukur yang paling penting

Mengukur kepentingan sebuah kebutuhan tentulah hal yang sangat penting. Contohnya pada saat kita memiliki uang lebih seperti hasil dari investasi syariah dan kita belum memiliki rumah dan kendaraan, utamakan terlebih dahulu rumah. Ingat ya...rumah bernilai meningkat setiap tahunnya, sedangkan nilai  kendaraan turun setiap tahunnya. Lagipula, jika kita menelaah ke laporan keuangan (neraca) asset tetap selalu berada diurutan pertama sebelum aset - aset lainnya tertulis.

Kendalikan emosi dan keinginan

Saya sering menemukan orang -- orang yang tidak mau ketinggalan dengan hal -- hal konsumtif yang terbaru. Contoh, belum ada 5 tahun umur kendaraan dan masih mulus sudah mau ditukar tambah, rela membeli gadget terbaru sampai memutuskan untuk mencicil, padahal gadget sebelumnya baru dipakai kurang dari 1 tahun. Mungkin hal ini sudah sering terjadi, namun perlu diingat, jika kita memiliki uang lebih dan seluruh kebutuhan pokok (asset tetap dan kebutuhan sehari -- hari) telah kita miliki, hal ini mungkin lumrah untuk dibeli. Namun, bagaimana dengan yang belum ? Utamakan yang penting! gadget dan kendaraan terbaru akan terus bergulir dan justru membuat kita pusing.

Perlu kita ingat bahwa dalam hal konsumsi, Islam mengajarkan sangat moderat dan sederhana, tidak berlebihan, tidak boros dan tidak kekurangan karena pemborosan adalah saudara -- saudara setan :"Sesungguhnya pemboros -- pemboros itu adalah saudara -- saudara setan dan setan itu adalah ingkar terhadap Tuhannya" QS. Al -- Isra , 17 :27.

Mencoba membiasakan diri menabung

Jaman sekarang, tabungan bisa berupa apa saja. Tidak hanya tabungan yang bersifat konvensional akan tetapi ada tabungan berupa saham syariah,reksadana syariah, tabungan rencana iB, tabungan pensiun atau biasa disebut DPLK iB, bahkan di dunia asuransi kita sudah mengenal unitlink syariah (proteksi sekaligus investasi syariah). Semuanya bisa kita lakukan secara autodebet (otomatis terpotong dari tabungan konvensional kita). Mungkin cukup berat untuk diawalnya, namun pada periode pecairannya ada kenyamanan dan keuntungan tersendiri yang kita dapat. Dan tentu saja kita dapat belajar lebih menghargai uang hasil jerih payah yang kita kumpulkan selama ini.

Sesuai dengan hadis : Rasullah bersabda " Barang siapa menjual rumah dan tidak menjadikan harganya yang serupa maka tidak akan mendapat berkah " Ibnu Majah.

Artinya, Islam melarang konsumsi yang berlebihan dan penimbunan kekayaan, karenanya dana perlu diorganisasi dengan cara yang baik agar terus berkembang dan berkelanjutan. Aset tidak boleh habis dikonsumsi tetapi harus ditabung atau diinvestasikan.

Catat pengeluaran dan rencanakan

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline