Lihat ke Halaman Asli

Astrid Setya 2

Wirausaha dan Public Speaker

Catatan dari Sangiran (9 Tahun Berlalu)

Diperbarui: 6 Oktober 2020   15:00

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Travel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Sangiran bukan tempat asing bagi masyarakat Indonesia. Bahkan di mata internasional, Sangiran selalu menjadi salah satu pusat perhatian. Selain menjadi sasaran para arkeolog dan sejarawan, Sangiran juga menjadi sasaran bagi wisatawan. Museum yang menyimpan fosil-fosil peninggalan jaman purbakala ini mengingatkan aku pada masa lalu. 

Lebih dari 10 tahun lalu, saat masih kuliah, aku sering ke museum ini. Tak lain adalah mencari tahu peninggalan-peninggalan jaman purba yang sudah ditemukan di Sangiran. 

Beberapa kali aku pernah mengunjunginya untuk mencari jawaban atas tugas-tugas kuliah yang diberikan dosenku. Meski tidak terlalu lengkap, aku cukup puas dengan pencarianku. Dengan seksama aku dan beberapa teman kuliah mendengarkan penjelasan rinci dari petugas museum.   

Kini, Sangiran tak lagi seperti dulu. Aku cukup bangga dengan keberadaan museum Sangiran kini. Bangunannya kokoh dengan arsitektur yang up to date. Bersih dan rapi. Sekarang bahkan aku bisa menikmati animasi slide show di bioskop mini yang berada di Sangiran. 

Sayangnya, bioskop mini ini letaknya masih terpisah dengan bangunan museum. Kira-kira 1 kilometer atau tepatnya di lantai 1 Menara Pandang Sangiran. Bioskop mini lumayan bisa menampung lebih 80an penonton. 

Kunjunganku ke Sangiran Rabu 28 September 2011 kala itu, memang hanyalah mendampingi putraku mengikuti outing class di sekolahnya. Kebetulan semester ini jadwal outing class ditetapkan di Sangiran. 

Aku begitu senang melihat putraku antusias belajar jaman prasejarah. Tidak hanya putraku yang tampak antusias. Teman-teman anakku pun tampak bergairah mempelajari jaman pra sejarah. 

Ini memang kali pertamanya anakku melihat peninggalan jaman purba. Seperti aku waktu sekolah, sambil mendengarkan tak lupa mencatat setiap detil penjelasan dari guide. 

Bahkan anak-anak tak mempedulikan penulisan bahasa Perancis, bahasa Belanda atau bahasa Jerman yang benar, saat petugas menjelaskan nama-nama penemu. Beberapa saat kemudian keseriusan anak-anak berubah menjadi gelak tawa, tatkala mereka melewati patung-patung manusia purba yang disetting di museum ini. 

Anak-anak tidak lagi memperhatikan perbedaan fisik manusia purba dengan fisik manusia kini. Mereka justru menertawakan patung-patung yang telanjang. Bahkan ada yang berkomentar "Ihhhhh jorok....nggak pake baju....malu...". Beberapa anak perempuan bahkan ada yang menutupi matanya saat mereka melewati patung telanjang itu. Anak-anak benar-benar tak mau terlibat dalam pornoaksi. 

Kemegahan bangunan Sangiran kini rasanya belumlah sepadan dengan jumlah fosil yang dipajang. Jumlah fosil yang dipajang tak lebih dari 2 ruang. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline