Undip, Semarang (08/03) ― Karawitan berasal dari kata ‘rawit’ yang artinya kecil, halus, dan rumit. Dahulu karawitan merupakan produk keraton yang hanya dapat dinikmati oleh lingkungan keraton. Seiring dengan keterbukaan keraton dan palilah dalem, karawitan keraton dapat berbaur dengan masyarakat karena banyak pendukungnya. Berdasarkan hal tersebut, peran penguasa begitu kuat dalam menentukan keberadaan suatu bentuk kesenian.
Kesenian karawitan tersebut masih menjadi tradisi sebagai ‘Kampung Seni’ pada Kampung Seni dan Budaya Jurang Blimbing, Kecamatan Tembalang, Kota Semarang. Atas inisiasi dari Gimin, ketoprak Sri Mulyo Budoyo mulai bangkit kembali sekitar tahun 2014-2015 hingga sekarang.
Di tahun 2016, ketoprak mengalami perkembangan dari segi penabuh karawitan. Munculnya karawitan Budilaras menyebabkan para pemain ketoprak yang bermain sebagai penabuh gamelan mengalami perombakan dan masuk ke dalam paguyuban dari Karawitan Budilaras. Pelestarian kesenian karawitan di kampung ini ditunjukkan oleh adanya latihan rutin karawitan yang diselenggarakan oleh Paguyuban Budilaras bersama dengan Mahasiswa KKN Tematik TIM I Periode Januari 2021 Mitra Karawitan.
Latihan karawitan pada umumnya berlangsung sekitar selama 2 sampai 3 jam yang bertempat di Balai RW 04 Kampung Jurang Blimbing. Pada saat latihan karawitan berlangsung, alunan dari karawitan yang merdu dapat mengundang daya tarik warga sehingga menjadikan warga mempunyai kecintaan dan kepemilikan akan kesenian karawitan yang memang telah ada di kampung mereka.
Walaupun dilaksanakan pada masa pandemi, latihan karawitan ini tetap dilaksanakan terhitung mulai dari Februari 2021 sampai Maret 2021 dengan intensitas seminggu sekali dan tetap dilaksanakan secara physical distancing untuk menghindari keramaian.
Penulis : Astri Ayu Nastiti, Statistika 2018
Dosen Pendamping : Triyono, S.H., M.Kn
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H