Lihat ke Halaman Asli

Astria Dinda Amalia

mahasiswa sem 3

Cyberporn Kian Meresahkan, Hingga Batas Usia Terabaikan

Diperbarui: 2 Januari 2022   00:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

Perkembangan internet bukan hanya menjadi sebuah terobosan besar bagi masyarakat namun juga memiliki banyak kekurangan yang sulit untuk dibendung. Saah satunya adalah kejahatan cyberporn ini. Seperti yang kita pahami bersama dengan adanya internet dapat memudahkan kita mengakses segala hal. Namun, hal inilah yang membuat tiap kejahatan yang terjadi di internet atau cyber crime ini menjadi pelik dan kompleks sekali, salah satunya pornografi.

Belum lagi jika kita melihat remaja bahkan anak-anak dengan mudahnya mengoperasikan internet. Bukan tidak mungkin jika mereka, anak-anak di bawah umur ini, dapat mengakses konten-konten pornografi. Walaupun batas usia telah ditetapkan dalam sistem internet, namun tidak bisa dipungkiri betapa mudahnya untuk dimanipulasi oleh anak-anak dan remaja itu sendiri.

Dilansir dari Tribunnews.com, Sekretariat Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Kementerian Kesehatan mengungkapkan hasil survey bahwa akses konten pornografi oleh anak-anak yang melibatkan 1.411 orang responden yang terdiri dari anak SMP dan SMA di beberapa wilayah di Indonesia seperti, daerah Jakarta Selatan dan Pandegleng, Banten. Sekitar 97% telah mengakses konten pornografi. Dalam survey yang didapat anak-anak ini mengakses konten tersebut di dalam kamarnya.

Dilansir dari kompas.com juga, hingga pada pandemi kali ini terdapat 22% anak-anak yang mengakses konten pornografi atau konten yang tidak mendidik dan tidak sesuai dengan budaya Indonesia. Kemudahan dalam mengaksesnya dimana pun dan kapan pun asalkan mereka memiliki perantaranya seperti gawai ataupun komputer hal ini tidak bisa terelakan.

Dari dua data di atas, bukan kah ini merupakan hal yang memprihatinkan bagi generasi kita ke depannya. Sebagai generasi bangsa mereka justru teracuni oleh konten yang bahkan sangat menyimpang dari budaya serta norma yang berlaku di masyarakat.tentu saja ini bukan masalah yang sepele, karena hal ini dapat merusak generasi bangsa kita.

Terlihat jelas sebagaimana diuraikan di atas bahwa dalam konteks cyber crime, pornografi di internet atau yang disebut dengan cyberporn ini memiliki dampak yang begitu besar, khususnya ketika konsumsi cyberporn ini mempengaruhi perilaku penggunanya. Namun, kita tahu bahwa cyberporn merupakan salah satu bentuk kejahatan. Lantas yang menjadikan pertanyaan adalah dapatkah cyberporn ini ditegakkan secara represif menggunakan pranata hukum pidana sebagaimana bentuk kejahatannya?.

Pornografi ini memiliki rantai penyebaran yang cukup panjang dan rumit. Pasalnya tidak mudah bagi kita untuk memblokir website-website pornografi. Mengapa demikian? Hal ini dikarenakan mudahnya perkembangan cyberspace yang tidak terbatas. Sehingga ketika satu website telah terblokir, maka kemungkinan besar website-website baru akan bermunculan kembali. Hal ini diketahui karena perolehan hosting dan domain yang digunakan murah dan juga mudah untuk didapatkan. Sehingga masalah pemblokiran ini belum bisa kita anggap menjadi solusi yang tepat untuk memberantas pornografi.

Ruang  baru di internet inilah yang dikenal dengan nama cyberspace dimana memiliki pengaturan yang berbeda. Seperti yang kita tahu bahwa pada cyberspace segala sesuatu dapat berlangsung begitu cepat. Hal tersebut yang membuat hukum positif yang secara yurisdiksi ini belum mampu menjangkau cyberspace tersebut. selain itu, secara normatif rumusan dalam hukum positif yang ada belum tentu mampu mengakomodasikan cyber crime yang ada.

Namun menurut  Eka Nugraha di dalam jurnalnya yang berjudul Kejahatan Tanpa Korban dalam Kejahatan Cyberporn, hukum positif Indonesia tetap menetapkan tindak pidana yang berhubungan dengan pornografi dimana dapat kita temukan pada Pasal 282 dan Pasal 283 KUHP yaitu menyiarkan, mempertunjukkan, membuat, menawarkan dan sebagainya, tulisan, gambar, benda yang melanggar kesusilaan. Selain itu pada Pasal 532 sampai dengan Pasal 535 KUHP yaitu mengungkapkan atau mempertunjukkan sesuatu yang bersifat melanggar kesusilaan.

Selain itu dalam salah satu Pasal pada UU ITE, yaitu Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang mengatur tentang tindak pidana pornografi yang terjadi di internet. Secara lengkap Pasal 27 Ayat 1 UU ITE berbunyi sebagai berikut: "Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan". Pasal ini sangat jelas mengarah pada cyberporn yang sangat marak beredar di Indonesia.

Namun, walaupun terdapat pasal yang mengatur tentang pornografi, hal ini tidak menjadikan ancaman yang begitu berarti bagi penyebar pornografi di internet. Karena faktanya semakin ke sini konten pornografi justru semakin luas tersebar di sosial media, seperti facebook, twitter, telegram, dll. Sedangkan pada sosial media sendiri sangat sulit membatasi usia remaja dan anak-anak dalam menggunakan sosial media.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline