Lihat ke Halaman Asli

Hidup Sederhana Jembatan Perbedaan Sosial

Diperbarui: 25 Juli 2022   14:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pribadi sederhana itu tidak sama dengan orang miskin, tidak sama dengan orang bodoh, tidak berarti orang gagal dan kalah. Saya berpendapat sosok sukses seperti misal siapa itu Jokowi, beliau berkepribadian yang sederhana, tulus, dan teguh pegang prinsip..

Krisis Ekonomi Global diberitakan mengancam kebangkrutan 60 negara didunia ini. Konon itu belum menyentuh NKRI, tetapi pemikiran apa yang bisa kita bayangkan sebaiknya kita dapat melihat kedepan.  Kerawanan negeri Bineka Tunggal Ika adalah pada perbedaan sosial, ekonomi maupun SARA.  

Hari ini saya membuka lagi sebuah buku kenangan keluarga sahabat. Buku kenangan dan biografi berjudul tertulis dengan huruf besar : "URIP PRASAJA. - Hidup Pribadi Sederhana". -Tercetak bagus untuk lingkungan sendiri, mengenang genap seribu hari meninggalnya seorang bapak, suami, saudara dan menantu dari para penulis. Terhitung sejumlah 10 penulis dengan 21 buah kisah kesaksian dengan Pengantar dan Penutup.

Disebut dalam Pengantar maksud buku itu untuk mengenang, bersaksi, berbagi kisah sederhana tentang pengalaman mendalam hidup bersama pribadi yang terkasih. Melalui kisah itu mereka mau juga bersyukur kepada Tuhan, dan berterima kasih kepada semua yang telah memberi perhatian, bantuan dan doa bagi Almarhum dan keluarga sehubungan peristiwa duka itu sebelum dan sesudahnya.

Almarhum Bp. H.Jomulyo (1940-2016) seorang guru SMP, pensiun th.2000 dan aktif dalam kegiatan untuk dan diantara umat Kristiani baik di lingkungan setempat maupun wilayah gereja lebih luas. Seorang bapak keluarga yang sukses mendidik anak-anaknya. Semua anaknya berhasil dalam studinya dan salah seorang putranya menjadi seorang Pastur. Seluruh hidupnya berkesan mendalam bagi orang terdekat sehingga menulis kisah pengalaman hidup bersama dia, yang meninggal April-05, 2016..

Tertulis dibuku kenangan itu :"Kami ingin mengenang Bapak sekaligus ingin berbagi pengalaman kegembiraan dan kedekatan dengannya. Kami tentulah banyak belajar dari hidupnya yang sederhana, berprinsip kuat dan berakar mendalam pada iman ....Darinya kami belajar hidup lepas bebas tidak terikat kepada hal-hal duniawi. ........Darinya kami belajar berkorban demi kebahagiaan orang lain, terutama bagi keluarga kami ini yang dicintainya."

Keberhasilan tidak selalu harus menggunakan kemewahan, itu banyak kesaksian. Tetapi tidak semua menemukan kiat itu. Banyak kita kita mengejar kelengkapan cukup hingga kemewahan untuk menjadi sukses dan berhasil dalam kehidupan.

Marilah kita tengok sedikit demi sedikit. Tentang "Berhasil dalam membina keluarga" saya ambil suatu saran tegas dan sederhana dalam cara penyampaian juga dari "Terlalu Banyak Aturan - Kompasiana.com." Lagi lagi oleh rekan Roselina Tjiptadinata yang intinya tentang Membina Keluarga. Dikemukakan gejala anak tidak betah-tidak nyaman ada dirumah. Diwaktu libur tentu memilih keluar rumah.  Itu sebagai indikasi kegagalan Mendidik Anak. Dimana anak merasakan: Beban tugas rumah tangga terlalu banyak. Beban tugas yang seharusnya tugas ortu dibebankan pada anak. Beban tugas itu  menyita kesempatan bebas kegiatan pilihan. Nah,Sederhana itu jangan ada yang terlalu banyak, juga hal aturan, betapapun perlunya adanya pengaturan dalam Pendidikan". (Sumber

Dari kehidupan seorang guru Sepuh Jomulyo tersebut dimuka kita diberi gambaran dari hidupnya yang sederhana, berprinsip kuat dan berakar mendalam pada iman ; hidup lepas bebas tidak terikat kepada hal-hal duniawi ; siap berkorban demi kebahagiaan orang lain, terutama bagi keluarga yang dicintainya. Dan dari "guru-kompasianer" tersebut diatas singkat saran untuk suatu keberanian yang cerdas melepas segala yang berkelebihan.

Dalam sejarah bangsa ini memang pernah ada gelombang gerakan Hidup Sederhana :  Bung Karno presiden RI pertama dalam usaha "Nation Building", menawarkan beberapa sikap hidup untuk membangun kesatuan dan persatuan bangsa. Sementara tawaran nampak sebagai upaya menanggulangi meresapnya pengaruh budaya asing. Menghadapi "kultur asing" yang mewah, yang kapitalistik, dan mahal untuk bangsanya, ditawarkan cara dan "Pola Hidup Sederhana". Pada era Ordo Baru pun pernah dilarang diperdengarkan jenis musik tertentu bahkan gaya potong rambutpun disosialisasikan oleh pejabat negara.

Disini saya pun pernah menulis serentetan opini menurut cara berfikir wong cilik. Tentu pola pikir sederhana itu saya kira dapat menumbuhkan pola hidup yang sederhana pula. "Cara berfikir wong cilik" itu boleh dibilang sederhana tetapi menyeluruh, (holistic), nuansa dari pengalaman penderitaan, harapan, iman dan tradisi dari nenek moyang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline