Lihat ke Halaman Asli

Menggugah Kearifan Lokal yang Nyaris Dilupakan

Diperbarui: 17 Maret 2022   15:21

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Catatan Tentang Ganjuran, Desaku.

Mengapa dengan Catatan, tergelitik karena sudah untuk beberapa kali diminta pendapat, pengalaman, tentang Desa ini oleh pelbagai pihak. Sebut saja beberapa kali oleh Gereja Ganjuran, dalam menanggapi kunjungan tamu suatu tim dari pemerintah, kementerian atau daerah, perguruan tinggi atau organisasi lain/NGO, dan secara pribadi beberapa kali oleh mahasiswa untuk membuat karya tulis dan lain sebagainya.

Sebagai penulis beberapa kali ada event gerejani dengan sedikit penulisan saya juga berbagi dan memberi kontribusi. Tetapi secara intens dan khusus belum pernah kutulis tentang Desaku ini. Desaku adalah seperti selalu kutulis di akhir tulisan di Kompasiana, bernama Ganjuran. Ganjuran terletak di "desa"/ "kelurahan", Sumbermulyo, kapanewon /kecamatan, Bambanglipuro, Kabupaten Bantul , Daerah Istimewa Yogyakarta.

Disana tempat saya dilahirkan dan tempat tinggal tetap dari th 1941-1953, dan dari th 1953-hingga 1970 saya hanya menengok atau berlibur ke desa itu, selanjutnya menetap lagi dari th.1970-sekarang. Menghitung tahun serasa layak saya menyatakan itu "desaku".

Dalam Catatan ini terlebih saya hanya akan menulis bagaimana saya melihat desaku kini dengan mataku dan pesan apa yang saya tangkap dari pandangan itu. 

Sudah beberapa tulisan sempat saya baca tentang Ganjuran di Kompasiana ini dengan sudut pandang tertentu, teristimewa focus kepada gereja gedung dan candhi tempat serta peralatan ibadatnya. Secara singkat saya ingin menulis tentang Desa itu secara historis tetapi dalam perspektif ini : Ekonomi, Pendidikan, Kesehatan, Peradaban dan Kerukunan Umat Beragama.

Ekonomi, mengacu pada sebuah karya tulis tentang pertumbuhan wilayah sehingga menjadi sebuah kota sekarang, dikatakan banyak kota besar atau kecil dirintis oleh berdirinya sebuah perusahaan, industri, atau pengolahan dan memproduk sesuatu yang bernilai ekonomis, seperti gula, minyak, dll.

Di Ganjuran pun berdiri sebuah perkebunan tebu dan pabrik gula, pada tahun 1860, September 01 dirintis oleh Steph.Barends dan isterinya E.F.W.Karthuis. Sayang St.Barends meninggal th.1887 dan dilanjutkan oleh Ferdinand Barends. Pada tahun 1880 janda E.F.W.Karthuis menikah dengan Godfried Schmutzer . 

Pada tahun 1911 perusahaan gula "Gondanglipuro" dikelola oleh dua anak Schmutzer  Rupanya memang dua keluarga ini cukup bermodal kuat tercatat dalam sebuah "naskah" tercatat dapat mengatasi krisis ekonomi dunia 1990. Pada awal perkebunan meliputi sekitar 10 desa kecil sekitar satu kelurahan, setelah tahun 1912 berkembang terus sampai th 1940 mencapai seluas (ukuran sekarang) 4 kecamatan.

Dapat dibayangkan komunikasi yang terjalin antara pengusaha dan Sultan dengan segenap kepala desa disaat itu. Dikembangkannya pula sarana pengairan dan jalan serta angkutan tebu dan hasil produk untuk dibuangnya kepasar. Yang tidak kalah penting adalah sistem bagi hasil bagi buruh pabrik selain gaji bulanan yang baik. Semua pasti mengembangkan ekonomi masyarakat sekitar. Dan rupanya cara pendekatan Pengusaha Industri gula disitu sebagaimana yang tampak, bisa diterima tanpa gejolak yang merugikan semua pihak. Hal mana menjadi modal kearifan lokal yang selalu dihormati.

Terbangunlah di Desaku sebuah kota kecil yang berkembang dari tahun 1922 hingga 1950 yang terdiri dari kompleks pabrik gula, kantor dan sarana pertemuan, lapangan tenis dan hunian klas satu bagi staf perusahaan dan berjenjang untuk tenaga buruh lainnya. Disamping itu pasar, dua gedung sekolah dasar, empat toko kelontong, lima perwarungan serta bengkel sepeda.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline