Lihat ke Halaman Asli

Keluarga dan Budaya

Diperbarui: 6 Januari 2022   12:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Melongok peran Keluarga dilihat dari jendela budaya, saya kira tidak harus lebih dahulu menjadi penasehat keluarga atau budayawan berkeliber nasional. Setiap orang dewasa dalam keluarga dan setiap warga masyarakat pantas menyadarinya dari kesadaran keluarga sehari hari dan warga masyarakat yang sadar diri sosialnya.

Sebab Keluarga adalah unit lembaga terkecil dalam tata kehidupan membudaya kita ini. Keluarga memiliki watak dan minatnya untuk berkembang dan bersosialisasi dengan keluarga lainnya.

Dan budaya merupakan cara hidup yang berkembang serta dimiliki bersama oleh kelompok orang(diantaranya disebut: keluarga), dan diwariskan dari generasi (minimal Ortu)  ke generasi (anak/cucu) melalui dinamikanya hidup bersama. Budaya terbentuk dari bermacam hal, termasuk sistem agama, politik, adat istiadat,cara berkomunikasi, , bahasa, pakaian, perkakas, bangunan, serta karya seni.(periksa Google),  

Maka banyak bisa dipertanyakan apa yang menjadi peran keluarga dalam membangun budaya kehidupan bersama ini, minimal dalam lingkup lingkungan terdekat atau seluas mana yang bisa dipengararuhi.

Agar pembicaraan itu lebih menukik saya ingin mulai dengan diri saya, sebagai warga keluarga Jawa. Meskipun nanti bersama seorang Ruddy Agustiyanto dalam bukunya Budaya Sontoloyo, kita diajak kembali menjadi warga Nusantara NKRI, hal mana itu harus disyukuri.

Keluarga Jawa belakangan bermunculan menggunakan Whatsappsgroup dan Facebook-grup ingin berperan "nguri-uri" (memelihara) budayanya. Saya mencatat pernah mendapat tawaran bergabung dengan : Group Filosofi Pitutur Jawi; Paguyuban Wong Jawa; Kawruh Jawi; Kejawen M&N; Ilmu Leluhur; Ngaji Raos; Sangkan Paran; Andum Kawruh Jawi; Ngaji Raos & Ilmu; Guyonan Jowo Langgam Sari.

"Kejawen", serba serbi budaya Jawa telah banyak didalami oleh banyal ilmuwan, terkenal diantaranya Kuncaraningrat, Clifford Geertz, Zoetmulder SJ: Rahmat Subagyo SJ. Meskipun demikian dalam bukunya 1),Ign Gatut Saksono dan Dr. Djoko Dwiyanto, M.Hum  masih mengatakan bahwa belum melihat yang menyusun keseluruhan menjadi satu sistem Ajaran, Kawruh Kejawen.  Penulis/Pembelajar yang sama juga menulis satu aspek, dalam sebuah buku "Faham Keselamatan dalam Budaya Jawa".2)

Memang tampaknya ada benernya pernyataan Ign. Gatut Saksono dkk, Kejawen  sebagai buah budaya Jawa banyak dikaji satu dua aspek menurut sumber yang tersaji. Seperti Ryan Sugiarto  menulis : Saintifikasi Kawruh Jiwa dari Ki Ageng Suryamentaram, dengan judul Psikologi Raos.3). Sebuah kupasan dengan pendekatan psikologi transpersonal jang luas dan ilmiah dengan lebih 50 buku disebut pada daftar pustaka. Manjadi catatan yang menunjukkan sedemikian banyak orang sudah menulis.

Masih ingin saya sebut sebuah Penulis dengan bukunya yang spesifik sifatnya. Disebut sebagai Sub Judul : "Ajaran Rahasia Leluhur Jawa". Penulis itu : Setyo Hajar Dewantoro dan bukunya berjudul "Suwung" (arti kata=kosong). Sebuah karya pemaparan filosofis atau bahkan theologis menurut paham "Leluhur Jawa".4)

Kompasianer Taufik Hidayat belum lama menulis tentang karya pujangga, penulis/nara sumber, dari lingkungan kraton. Yaitu : Serat Wedhatama karya Mangkunegara IV, Serat Wirid Hidayat Jati karya Ranggawarsita, Serat Wulangreh karya Pakubuwana IV. Karya tulis ini dari lingkungan elite dan kemudian dimasyarakatkan bukan sebagai sajian lengkap tetapi nasehat, pitutur, dalam bagian-bagian yang dibutuhkan tokoh warga untuk warga yang lain dalam bentuk tembang dsb. Kompasianer Taufik Hidayat masih mencatat adaya upaya-upaya memetri (memelihara) dan regenerasi oleh cendekiawan.5)

Bukan maksud hati menonjolkan Kejawen sebagai kebudayaan terindah, sebab perlu kita perhatikan sebuah buku berjudul "Budaya Sontoloyo" karya tulis seorang Ruddy Agusyanto, peneliti, penulis, pengajar UI. dan multiperan lain tingkat nasional.6) Kita diajaknya dalam buku itu oleh dia yang sudah sengaja mengamati meneliti budaya Nusantara dengan pelbagai buah kebudayaan, untuk bersyukur dan tidak menyia-nyiakan situasi dan kondisi negeri impian dunia, negeri tropis, yang subur makmur indah ini, dengan(menyia-nyiakan) tidak bermitra dengan alam semesta.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline