Lihat ke Halaman Asli

Tidur Siang sebagai Gaya Hidup

Diperbarui: 21 September 2021   16:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gaya Hidup. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Tidur siang pernah menjadi kebiasaan penulis sebagai siswa dalam asrama di Seminari Menengah Mertoyudan Magelang (Jateng) di tahun 1953-1960.  Dalam Asrama itu ada jam yang disebut Siesta. Satu jam setelah makan siang. Disaat itu seluruh asrama diam (Silentium) tak ada percakapan dan kegaduhan. sementara untuk siswa klas 1,2,3.(setara SMP) harus tidur siang, untuk para senior (SMA) tidak harus tidur,  boleh adakan kegiatan pribadi yang lain.  

Jadi pada saat usia 12-14 tahun penulis dibiasakan untuk menyempatkan diri tidur siang. Tidur siang menjadi kebiasaan yang berkelanjutan apabila memang jadwal kegiatan yang lain mengizinkan. Misalnya diwaktu liburan disempatkan untuk banyak istirahat, tidur siang selalu penulis lakukan sekitar tidak lebih dari satu jam. Pada kesempatan tertentu "Tidur siang" menjadi semacam kebutuhan tambahan bagi saya. Saya kira tidak salah sebagai salah satu bentuk gaya hidup.

Asyiik merunut sejarah pengalaman masa lalu tentang Tidur Siang. Ayah saya (1900-1976) mempunyai kebiasaan tidur siang hanya bila tugasnya selesai tanpa kerja lembur, sebagai seorang guru desa. Terhadap anak-anaknya semua mendapat pendidikan di asrama dengan kebiasaan tidur siang.  Keluarga kakak saya yang tertua (1922-1985) mendisiplin anak-anaknya untuk tidur siang. Keluarga adik-adiknya sudah tidak ada lagi kebiasaan tidur siang. 

Apalagi dewasa ini. Cucu saya sejak klas 4 SD sehabis jam sekolah, dia harus mengikuti tambahan les piano, lain hari les bahasa Inggris atau balet. Pulang jam 5 sore. Jam 8 malam sudah harus tidur malam supaya pagi tidak terlambat masuk sekolah. Tentu saja agak beda acaranya dan itu demi "prokes" bagi anak-anak dibawah lima tahun pada umunya. Atau mungkin biar pengasuhnya bisa kerja yang lain.

Konon Siesta adalah tidur siang singkat setelah makan siang dalam budaya Spanyol. Kata siesta berasal dari Bahasa Spanyol, hora sexta - jam keenam. Siesta identik dengan kebiasaan orang Spanyol dan tersebar luas ke negara-negara Amerika Latin, terkecuali Brasil yang mendapat pengaruh budaya Portugis.(Wikipedia)

 Kebiasaan tidak selalu menjadi hal yang otomatis mudah dilakukan. Ada kala manusia menghadapi kendala untuk melaksanakan kebiasaan apa saja. Bahkan Tidur siang maupun malam pun bisa orang mengalami kendala dan gangguan. Akibatnya bila kendala berkepanjangan maka kebiasaan itu bisa hilang. Hal itu terbukti juga pada kebiasaan keluarga kelurga yang saya amati diantara keluarga besar saya tersebut diatas.

Tetapi juga ada suatu bukti kasus tentang kebutuhan tidur siang bagi khusus para lansia. Saya masih mempunyai cerita indah tentang tidur siangnya lansia. Ketika usiaku 6-7 tahun saya masih melihat nenek, ibunda ayah saya. Kalau saya perhitungkan dari usia ayah saya sebagai anak bungsunya, saya perkirakan nenek itu sudah lebih dari 80 tahun saat kuingat kasus ini. 

Nenek itu berkali kali ditegor oleh cucu-cucunya yaitu kakak saya. Nenek tak mau berhenti, selalu mau bergerak, menyapu kamarnya mungkin 5-7 kali sehari. Lain kali membuat marah para cucu, karena nenek mencuci sendiri tempat "dubang" (ludah perempuan makan sirih). Para cucu berfikir itu berbahaya , kuatir nenek jatuh terpeleset di lantai sumur.

Tetapi dijawab oleh nenek dengan jawaban yang tidak sepertinya seorang pikun. Beliau itu berkata : 'Aku iki kudu obah, ora mung turu wae, nek ora obah pikiran tekan ngendi endi, lan mengko bengi ora bisa turu kepenak". ("Aku ini harus bergerak; bila tidak bergerak pikiran melayang kemana mana; nanti malam tidak bisa tidur nyenyak".)   Perkataan jawaban itu pemikiran seorang yang masih lengkap kesadarannya tentang "keseimbangan gerak fisik dan gerak akal/otak". Juga tentang waktu "tidur siang dan tidur malam".

Dan jawaban itu membungkam tegoran para cucu. Kebutuhan seseorang dalam hidupnya terukur dan sadar tidak sadar manusia mengerti mana kebutuhan mendesak apalagi yang utama dan mana yang bukan utama. Saya berkesimpulan itulah dasar utama terjadinya kebiasaan. Itu pula yang menghentikan sebuah kebiasaan seseorang. Yaitulah kesadaran keseimbangan pemenuhan kebiasaan.

Atas dasar pemikiran diatas saya bisa memahami ketika saya membaca Wikipedia yang demikian tulisannya :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline