Ketika harga diri dan seksualitas dilupakan, bagaimana hal itu harus disikapi, harus dijawab diakhir permenungan ini. Itulah masalah bersama yang semua orang harus terlibat untuk mengambil sikap dan demi kepentingannya sendiri.
Dilupakan maksudnya tidak diingat, disalah mengerti, diberi label sebarangan, diberi nilai tidak sesuai, sehingga tidak diberi kedudukan sesuai harkatnya, bahkan akhirnya diabaikan, seperti tak ada kepentingannya.
Sebab harga diri dan seksualitasl melekat pada kepribadian orang. Dalam diri orang kedua hal itu sering berdesakan. Demi kepentingan kepuasan seksual orang melupakan harga diri. Atau orang bisa mengorbankan melupakan kepuasan seksual demi harga diri dan atau kepentingan diri yang lain.
Tetapi sepintas mari kita luruskan dulu pemakaian istilah harga diri dan seksualitas itu. Untuk masing-masing ada catatan tersendiri dan ada catatan bersama untuk keduanya.
Harga diri memang yang saya maksudkan adalah martabat, kehormatan, nilai diri pada posisi sosial, tetapi tidak lepas dari aku eksistensial, kemanusiaanku ketika mengambil keputusan. Dimana Aku terikat pada ketentuan sosial,melewati pertimbangan dan ragu dalam kegamangan suara hati hingga pada keputusan
Seksualitas akan memandang mengenai beberapa hal yang terkait dengan perbedaan kelamin,harkat,hasrat,peran atau funksi kemanusiaannya. Dalam kehidupan seksualitas keseharian juga mempunyai aspek sosial, hukum, budaya, sementara ada pula dalam forum pribadi dinamika dan kendali,rasa malu dan privasi. Dan saya berpendapat bahwa ada nilai kesucian seksualitas, karena kenikmatan seksual diikuti tugas regenerasi . Dan sisi inilah yang paling dilupakan.
Ada sebuah catatan menarik tentang kemanusiaan, bagaimana adat desa Jawa lama memandang kehidupan ini.Yaitu kebiasaan yang saya sebut "Among-among". Sumber saya adalah seorang ibu yang masih sering menyiapkan dan melakukannya atas permintaan tetangga. Among-among adalah doa, disertai sejenis sesaji, untuk seseorang pemohon dihari istimewa, dijatuhkan pada hari kelahirannya berapa saja usia tahunnya.
Kata-kata doa yang saya catat : "Tak elingi Kakang kawah Adi ari-ari, jabang bayine si .....(sebut nama yang didoakan). Kiblat papat lima pancer, iya rohani, jasmani, aluamah, supiah asmarane luwara saka sambekala ana ing omah, pekarangan lan ing ngendi papan paran." Dalam bahas Indonesia : "kuingat, kusebut, Saudara tua/kakak kawah (air ketuban/his), adik plasenta (yang keluar setelah bayi), dari bentuk bayinya si ...(peminta). Empat Arah, dan kelima pusat : maksudnya yaitu kerohaniannya, jasmaninya, aluamah, supiahnya dan ibadahnya, bebaskan dari mala petaka dirumah dihalaman didesa dan kemanapun peminta itu pergi).
Dari kata-kata yang kiranya bersifat mantera itu saya merasakan bahwa perumus doa/ mantera itu "memandang",eling, tidak melupakan orang peminta among-among itu dari awal sebagai bayi dengan saudara kembarnya (air ketuban dan plasentanya) dan semua sifat kepribadiannya untuk didoakan keselamatannya. Suatu pola keyakinan terhadap kemanusiaan yang mau melihat lengkap tidak melupakan satu segipun.
Menegaskan dalam hal kemanusiaan berbeda sedikit maknanya Wawan Susetya dalam bukunya "Empat Hawa Nafsu Orang Jawa" menyebut : Amarah, Irihati, Supiah/Asmara, Mutmainah/Ketenangan. Dilambangkan oleh wayang dengan figur-figur : Dasamuka, Kombakarna, Sarpakenaka, Wibisana, didalam pribadi setiap orang.
Ada sebuah catatan dari saya untuk seksualitas. Satu berita penelitian terhadap pornografi di Inggris memberi pandangan tentang suatu kecenderungan seksual masyarakat disana. Bisa kita pakai sebagai cermin. Dan satu berita peristiwa kasus seksual di Jakarta dan ancaman hukumnya.