Lihat ke Halaman Asli

Ganjaran dan Sangsi

Diperbarui: 11 Juli 2019   20:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Ganjaran dan Sanksi bisadiberikan oleh atasan bisa diberikan oleh opini umum atau omongan masyarakat.Dan ada orang cuek atas keduanya ada orang sangat peduli dan mencari ganjaranserta menghindari sanksi.

Sesuai berita KOMPAS.com tertanggal 10/6/2019 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN RB) menegaskan, ASN yang membolos pada hari pertama bekerja usai libur Lebaran 2019 akan mendapat sanksi tegas. Sanksi bisa berupa teguran hingga evaluasi yang berakibat pada pertimbangan kenaikan jabatan. 

Seperti kita pahami Sanksi adalah hukuman terhadap pelanggaran/aturan. Bobot hukuman dapat ringan, bisa berat , bisa harus serta merta dilunaskan atau ditunda dicicil (bila uang) dan atau berdampak luas atau panjang. Menjatuhkan sanksi tentu perlu ada prosedurnya pula, ada prosesnya, ada aturan tersendiri. 

Tujuan sanksi pada umumnya adalah : 

1. Sangsi memberi efek jera bagi pelanggar aturan, 

2. Sangsi dapat merupakan restitusi terhadap kerugian atau akibat buruk yang timbul akibat pelanggaran yang harus dipikul oleh lembaga. 

3. Sangsi dapat sudah merupakan pada hakekatnya pendidikan disiplin atau menunjuk keharusan mengikuti program "pendidikan". 

Selanjutnya ada satu bahan permenungan yang menarik ini : "Umat Islamsudah kenyang "dijadikan tertuduh" dengan isu terorisme, apalagi terakhir inidihembuskan lagi isu radikalisme dikaitkan dengan politik identitas atauberdasarkan SARA," kata Din.( https://www.msn.com/id-(id/berita/nasional/din-syamsuddin-respons-moeldoko-soal-30-teroris-harus-dicegah/ar-Dur6K?ocid=spartandhp) Boleh dipertanyakan oleh Siapa kapan ada tuduhan itu, dan sudah adakah keputusan hukumnya, dst,dst, dll. Tetapi dari tulisan terkutip berupa paparan tersebut oleh @din-syamsudin, rupanya (terkesan dari konteksnya) tuduhan itu sudah "dianggap" merupakan "hukuman" yang dijatuhan oleh "mayarakat", sebagai semacam sangsi tertentu, hal mana bisa dipertanyakan lebih jauh.

Melanjutkanrenungan dan pandangan saya dalam hal Ganjaran dan Sangsi saya mulai lagi denganmengutip apa yang pernah saya tulis pula di Facebook berjudul "Pesan Positip dan Pesan Negatip" : "Tepo Sliro adalah pesan positip / nasehat agar kita bersikap baik/positip terhadap orang lain, seperti kita mengharapkan diri kita diperlakukan baik oleh orang lain. Jangan Ukur baju badan sendiri, adalah pesan negatip/ jangan, berfikir negatip terhadap orang lain, seperti sebenarnya kita ingin atau suka melakukannya". 

Ketika saya menulis di Facebook kalimat terkutip barusan saya memang sedang berfikir sederhana saja bahwa banyak orang membuat pesan-pesan di media social, secara spontan dan kadang berupa curahan hati, kadang memang memberi pesan, nasehat atau petuah. Tetapi Makna dan nilai Pesan Masyarakat yang terlontar di media social memang perlu dikritisi. Sering itu semacam suara hati "Umum" yang terucap oleh seseorang siapapun itu. 

Boleh kita bicara soal"Cuek", yang adalah sikap batin tertentu dari seseorang yang tersirat dalamperilaku yang abai terhadap lingkungan atau tindakan "semau gue". Ketidakpedulian yang disengaja, sadar untuk abai terhadap lingkungan.

Akan tetapi biasanya orang akan bersikap peduli dan mengambil sikap responsif serta reaktip terhadap peristiwa atau perilaku yang berkaitan dengan keadilan, SARA, seksualitas, atau apapun dari seorang eksponen yang mencuat ditengah masyarakatnya.  

Dalam kasus-kasus demikiankemudian timbul rasa keadilan, kesadaran pada SARA, kesadaran pada nilaiseksualitas ataupun gender. Dan semua itu dewasa ini bisa diikuti di medsosdengan mudah. Maka media social juga sangat potensial menjadi sarana mudah untukorang bisa memuji, memberi penghargaan (agak langka), dan lebih mudah untukmemberikan hukuman dan menjatuhkan sangsi, cercaan atau bahkan kutukan.. ataumembully, seperti menimbuni sampah, bahkan kotoran yang tak tertahan olehkorban. Media social juga mudah membangun suasana public dengan opini, analisadan sorotan terhadap pribadi, entah itu benar entah itu semacam tuduhan,tudingan. Maka disana sangat sering berkembang fitnah dan kebohongan, buah sentimentatau balas dendam.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline