Lihat ke Halaman Asli

Ketika Persahabatan Dapat Nilai Lebih

Diperbarui: 10 Februari 2018   10:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Ketika persahabatan dapat nilai lebih, maka akan ada kata maaf. Itu sebuah kata akhir yang selalu menjadi harapan ketika terjadi suatu perselisihan. Perselisihan adalah biasanya karena ada perbedaan pendapat, perbedaan selera, perbedaan arah, dsb dalam kebersamaan yang memang memuat keberagaman.

Permaafan adalah peristiwa yang setahun sekali dirayakan; yaitu pada hari Lebaran. Tidak akan diulas Lebaran itu karena saya bukan ahlinya tentang Idulfitri dan Lebarannya. Tetapi dipermukaan "lebar" bahasa Jawa itu berarti selesai. Lebaran selesai ibadat puasa dan pembersihan diri dihadapan Tuhan dan sesama. Permaafan bisa membersihkan diri dari beban mental beban dosa, beban perasaan, sehingga yang terrasa hanya sukacita kasih dan persahabatan,  persaudaraan dan kedamaian.

Apabila permaafan timbul dengan motivasi keimanan dan bisa mengembang semarak minimal sebulan seputar Hari Lebaran, atau sepanjang tahun sampai datang hari Lebaran lagi. Mungkin disini diperlukan motivasi lain yang berupa permenungan. Sebab begitu berat seringkali beban perasaan dan hebatnya pemicu-pemicu baru untuk perselisihan dalam kehidupan sehari hari.

Menyebut pelbagai pemicu perselisihan dapat diambil beberapa yang berat dan sangat menggoda a.l. :

*Kasus-kasus SARA, yang sering menjadikan adanya gerakan massal.

*Kasus-kasus percintaan kecemburuan dan kehormatan keluarga.

*Peristiwa yang dibawa/disampaikan lewat media, Hoack, Issu provokatip, yang diciptakan sengaja untuk memicu perselisihan antar warga yang berragam.

*Peristiwa terbuka melawan rasa keadilan dan hak azazi manusia.

Siapa mampu menanti tetap diam sementara air dan lumpur didepan pintu rumah? Siapa dapat bertahan hingga tiba momentum untuk beraksi ?

 Ketika kita berangkat berjuang untuk kebenaran, seharusnya ditegunkan oleh pertanyaan ini :  cukup cerdaskah kita menangkap stimuli atau memahami pemicu itu, atau mempercayakan sikap anda pada pendapat orang banyak?

Pemicu-pemicu kepedulian itu biasanya sungguh merangsang, ditambah kita berpikiran tidak mau dianggap kurang peka. Pada hal kadang sengaja disajikan untuk mengundang perhatian. Dan itu bukan salah si penyaji tetapi bisa jadi kita meresponnya yang kurang cerdas memilih cara. Maka selanjutnya :

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline