Lihat ke Halaman Asli

Cerita Kakek (4) : Dialog Pinisepuh

Diperbarui: 3 Februari 2016   08:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

CATATAN :
Bagaikan Pra peradilan dan putusan sela saya sampaikan Catatan dari beberapa pendapat tanggapan terkait Cerita Kakek 3. Kluyuran dan Blusukan. dari kolom komentar dibawah artikelnya dan dari Facebook. Sekedar mengingatkan kembali alur cereta kakek. Disamping itu sebagai tanda terima kasih kepada semua pembaca terwakili, yang kami sebut dibawah ini :
1. Arrie Boediman La Ede 29 Jan 2016 | 08:06 weh sangat menarik saya tunggu sequel ke 4nya pak Astoko salamku arrie.
2. Oma Eni 29 Jan 2016 | 10:06 Pak de Asto selalu rajin berkarya lewat tulisan berdasarkan fakta ,aku kagum ^_^ Postingan ini aku sukaaa.
Selengkapnya : http://fiksiana.kompasiana.com/astokodatu/cerita-kakek-3-kluyuran-dan-blusukan_56aa9ccb5497736d0fa57ad2. Dan di Facebook :
1. Siti Swandari Langkah yg sudah jauh --memaklumi dan bisa mengerti segalanya -- akan membuat seseorang menjadi makin arif - bijak, pemaaf dan santun , -- smile emoticon
2. Florentina Maria Murdiyanti Sugeng sonten bp Astokodatu, Berkah Dalem Gusti kasarasan,kawilujengan,ayem tentrem,lir ing sambekala,tansah kajiwa raga dhateng kita sedaya,kula remen sanget,lan saget kangge tuladha.....
Semua komentar diatas sungguh membuat Kakek grogy, bisakah kakek melanjutkannya bercerita dengan memenuhi harapan. Karena itu ingin Kakek kisahkan Dialog Pinisepuh ini seputar Suara Hati dan Menunggaling Kawula Gusti dalam Kisah kehidupan, melanjutkan atau menghiasi cerita kakek (3) itu. Cerita ini masih disiarkan melalui Gubuk Mimpi dibelakang gardu ronda dusun Kaliasat Desa Rangkat di bukit Prosa, Kecamatan Fiksi.
Tamu Kakek siang ini tua-tua desa, Ki Priyatna, Ki Hernowo, dan Nyi Gede Rangkat. Mungkin para muda masih pada di kampus masing-masing. Biasanya bergilir mereka tengok Kakek Tua Bangka ini untuk relak santai sehabis kuliah dsb.
Kakek membuka kata sambil sedikit membungkuk menghormati tamunya, katanya :
“ Kemarin ketika kaum muda pada datang kemari Kakek cerita tentang sarasehan kawan-kawan Kakek dalam pertemuan setiap Kamis menjelang Jumat, yang kebanyakan dilakukan hanya 35 hari sekali dan popular disebut Malem Jumat Kliwon. Kakek suka hari ini kaliyan para pinisepuh yang datang. Bukankah kita ini telah waktunya lebih cenderung melihat dan mencari pencerahan untuk kehidupan masa yang jauh jauh kedepan.”
Selanjutnya kata Kakek pula : “Seperti dikisahkan kemarin: Ada dua tiga kali tokoh-tokoh dari grup-grup yang kakek ceritakan itu, kakek undang bertemu muka untuk bersilaturahmi, berdoa bersama, makan bersama dan sarasehan berbagi pengalaman mereka dirumah Pak Soni Santosa. Mereka jelas ada orang Kristen katholik, budha, dan tentu Islam. Dan kalian bisa bayangkan apa saja yang mereka cakapkan, peri kehidupan pedesaan, budaya dan kebiasaan pedesaan, susah payahnya tani dan buruh didesa dalam kesadaran dan praktek keseharian pengabdian kita kepada sasama dan Tuhan Yang Maha Esa. Bukan teori dan ilmu theology serta moralitas yang tinggi.”
Tarik nafas dalam-dalam dahulu sebelum kakek melanjutkan katanya :
“Pada suatu kesempatan tertentu setelah meditasi bersama itu Kakek bertanya kepada mereka: Apa si muara dari doa kita semua.? Pelbagai pendapat dibagikan antar kami. Tetapi Pak Sony yang tampaknya paling tua daripada yang hadir dan si empunya rumah, menarik kesimpulan yang Kakek katakan demikian kira-kira waktu itu: Memang kita boleh memohon apa saja seperti saya mohon diberi kacamata biar bisa melihat jernih kedepan. Dan tadi ada yang minta rejeki, kesejahteraan serta apa saja. Tetapi dengan doa itu sendiri sebenarnya kita minta didekatkan, dan mendekat kepada Dia. Orang Jawa bilang “Manunggiling Kawula Gusti”.
Tiba-tiba menyela Nyi Gede Rangkat, katanya : “Kakek bilang Orang Jawa, saya juga sebagai warga daerah Pasundan ingat akan pesan pesan leluhur yang sering dikatakan “saur sepuh”, yang sekarang kata itu dipakai sebagai judul sinetron. Sebenarnya pula saya baru membaca dan mengapresiasi tulisan Retno Permatasari, berjudul Memupuk-nilai-luhur-para-leluhur_() Kita diajak menghayati kerukunan berdasarkan kearifan local dari Jawa, Maluku, Sulawesi dsb yang terbukti sejak dulu mempersatukan kita.”
Ki Priyatna juga ikutan berbagi pengalaman, katanya : “Tetapi kalau masalah Manunggaling Kawula Gusti yang saya pernah tahu ada buku tulisan orang Belanda di terjemahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Dick Hartoko. Judul buku itu : Manunggaling Kawula Gusti: Pantheisme dan Monisme dalam Sastra Suluk Jawa
ditulis P.J. Zoetmulder. Itu sungguh kenyataan yang bagi saya banyak menjadi pembelajaran, Dari satu sisi bukti eloknya karya sastra dan budaya kita, dari sisi lain tidak bisa menolak bangsa lain justru yang menjadi ahlinya.” Ki Priyatna ambil nafas panjang.
Jeda sejenak ki Priyatna itu diambil oleh Ki Hernowo, katanya : ”Memang nilai itu bisa menjadi milik kemanusiaan. Artinya siapapun manusianya bisa menikmatinya. Seperti keajaiban dunia karya budaya kita Borobudur, bangunan elok menara miring Pisa, menara Eifel dst menjadi perhatian PBB. Bahkan saya bisa sebut dua lagi orang Belanda sebagai ahli dan pengembang keahliannya itu yaitu satu van Lith dan dua Schmutzer bersaudara. Pastor van Lith di Muntilan Jateng belajar dari Sadrach lalu mendidik anak muda Jawa menjadi berpotensi memajukan kehidupan bangsa melalui pendidikan, dan Schmutzer bersaudara di Ganjuran, DIY, mengembangkan budaya seni rupa dan seni suara, mendirikan pula 12 sekolah dasar sudah dari awal abad 19. Bahkan ada orang yang menilai van Lith dkk termasuk Zutmulder dst sebagai “kudeta kebudayaan”. Dan sekarang ini begitu mudah kita belajar dari Google.”
Kakek Rangkat mengangguk-angguk dan menyambung pembicaraan bersama ini, katanya : Ya, ya memamg Kakek Google sekarang bisa disebut “Kyai” yang tahu segala macam. Kembali dulu kepada pembicaraan kita tentang Manunggaling Kawula Gusti, menurut pandangan Zutmulder itu bukan terkait dengan konsep wihdatul wujut bahan kajian ahli tasawuh Islam, tetapi budaya Jawa yang merunut ajaran Atman Hindu. Demikianpun Candhi di Ganjuran gayanya disebut Iko-Schmutzer, sungguh perpaduan budaya Jawa-Hindu-kristiani.”Nilai” menjadi milik hati kemanusiaan antar bangsa.”
“Kalau kakek kembali kecerita pertemuan di rumah Pak Sony dulu itu, maka tidak susah dibayangkan bagaimana mereka dengan mulus pula dengan damai dihati saling menerima bahwa sebenarnya akhir dari semua latihan apapun dalam agama, selain bertujuan melaksanakan tuntunan agama mereka semua bermuara pada kesadaran akan kehadiran Yang Maha Kuasa, Maha Kudus, dalam diri kita dimanapun kapanpun dalam hidup kita. Persoalannya ialah : Kesadaran akan Hadirat Tuhan itu berdampak apa dan sejauh mana dalam kehidupan seseorang ??.”
“Ada dua kasus bisa kakek ceritakan. Tetangga kakek Pak Ronggp sangat akrab dengan kakek. Banyak kali pada masalah penting dalam hidupnya didiskusikan dengan kakek. Termasuk setamat anaknya dari SMA ingin melanjutkan sekolahnya masuk ke pendidikan kepolosian. Singkat cerita, kakek tidak mendukung. Kakek mendukung bila masuk ke AL, atau angkatan lain. Itu memang kakek akui dari rasa sentiment pribadi kakek saja. Dan kakek bicara yang serba negatip tentang kepilisian. Selang waktu tertentu anak itu menemui kakek dan bilang : Pak De, saya tetap memilih masuk kepolisian, dan saya mau nanti menjadi polisi tidak seperti yang pakde katakan. Ya, jawab kakek, itu niatmu saya akan menyaksikan. Dan ternyata sekian tahun sesudahya kakek menyaksikan anak itu menjadi polisi yang baik. Dalam tugasnya disayang oleh teman dan atasan, disiplin, dan saat sebagai polisi di daerah Surakarta dia berhasil pula kuliah dan selesai S1 Hukum. Pada suatu waktu dihari Bayangkara saya kirim surat terbuka kepada dia sebagai perwira pelatih di pendidikan kepolisian di Sukabumi, pengakuan dan peghargaan kakek atas keberhasilannya.”
“Cerita kasus kedua adalah saudara kembar kakek. Ternyata bertahun tahun dalam hidupnya dia selalu tergerak oleh kekuatan perkataan ayah sahabatnya, yang mengatakan : Jangan suka bermain dengan anak itu nanti kau jadi nakal. Perkataan itu terkemas menjadi niat mulia sederhana : Aku akan jadi anak nakal yang baik. Dan dia masuk ke jurusan pendidikan yang dinilai bisa membuktikan dirinya sebagai orang anak baik. Disana dengan selalu mendapat nilai unggulan dalam semua segi berhasil menamatkannya. Motivasi kuat dibentuk oleh kesan negative yang diterima yang justru mendorong dirinya menjadi positif.”
Nyi Gede Rangkat sebagai seorang ibu sangat tanggap dan peka atas topic ini. Barangkali karena dia mempunyai pengalaman atau ter[ikir olehnya tentang putera puterinya. Katanya : “Motivasi memang bisa berakar dalam bawahsadarnya. Yang demikian menjadi justru sangat kuat. Motivasi seperti itu kuat dan lebih setia, awet.”
Ki Priyatna melontar masalah : “Ah saya juga bertanya-tanya akan pengalaman saya sendiri. Orang bilang Inspirasi. inspirasi menggerakkan penulis sastra pencipta seni suara, seni rupa, mengisi hidupnya seniman. Kehilangan inspirasi seniman akan seperti wayang kulit yang kehilangan bilahnya.”
Tetapi kakek menghentikan percakapan ini dengan menawarkan tehnya. Teh celup dengan gula batu ditolak oleh Ki Hernowo yang hati-hati mengurangi kolesterol. Kakek bilang : “Tak apa, Ada disitu pemanis tropikanaslim atau apa itu” Digubug Mimpi Kakek tersedia pula dispenser yang telah menjadi sangat biasa masuk desa. Lalu sambil minum kakek melanjutkanya, katanya :
“Berdoa selain mengharap terkabulnya permohonan,yang juga disertai upaya, tetapi buah doa seperti tadi kita telusuri bersama, bermuara pada kesadaran akan Hadirat Tuhan. Kesadaran itu hendaknya hidup seperti visi, seperti insipirasi, ataupun seperti motivasi penggerak kuat kehidupan manusia. Dan sedikit bergeser adalah “Suara Hati”. Suara hati adalah bisikan Roh Baik karena mengingatkan hal baik buruk dan mendorong untuk berbuat baik. Apabila kita percaya Tuhan Yang Maha Baik tentulah Sumber kebaikan, itulah Dia, yang kita sadari hadir didekat kita yang terdalam.”
“Manunggaling Kawula Gusti menjadi nilai kemanusiaan dan muara doa bila terbukti menampakkan pada manusia Suara Hati yang membina kehidupan kita.”
Dialog Para Pinisepuh akhirnya ditutup dengan seteguk terakhir teh manis di gubug Mimpi Kakek Rangkat.
Salam hormat saya
Em.Astokodatu, Ganjuran 3 Febr.2016

Sumber aspirasi :
a. http://www.kompasiana.com/retno.permatasari/memupuk-nilai-luhur-para-leluhur_56b0415fc222bd9905d63103
b. http://www.goodreads.com/author/show/544664.P_J_Zoetmulder
c. http://www.katolisitas.org/1297/meditasi-dan-kontemplasi
d. http://www.hidayatullah.com/kajian/sejarah/read/2011/10/13/662/orientalisme-dan-usaha-kudeta-kebudayaan.html
e. http://fiksiana.kompasiana.com/arrie_boediman_laede/syair-3-4-malam_56aceb1909b0bd290cbd19f6
f. http://www.kompasiana.com/rizky/agus-sukoco-meruhanikan-pekerjaan-petugas-negara_56ad377142afbdfb043f8768

 




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline