Lihat ke Halaman Asli

Penerus dan Pewaris

Diperbarui: 22 Agustus 2015   10:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sebagai revieu Peringatan Hari Kemerdekaan serasa belum terlambat amat apabila kita coba menemukan satu dua kata kunci untuk membuat motivasi gerak yang sebenarnya dibutuhkan oleh bangsa kita.
Sebagai proses yang harus berkesinambungan dalam membangun Negara kita ini, kita sadari Hari Kemerdekaan sebagai tonggak sejarah utama dalam membuat titik temu dari generasi ke generasi pelaku pembangunan Negara.
Mulai bulan Juli tepatnya tanggal 23 Juli yang ditetapkan sebagai Hari Anak Nasional sampai hari hari ini tanggal 17 Agustus dan sedikit sesudahnya telah demikian banyak tulisan di Kompasiana dan medsos yang lain bicara tentang generasi bangsa, peran tugas dan tanggung jawabnya.
Rupanya ada lontaran gagasan yang mau membedakan antara generasi penerus dengan generasi pewaris, maka saya sempatkan bertemu dengan beberapa anak muda SMA di mana saya bisa bertemu. Dan ternyata dari situ saya simpulkan (maaf ini bukan survey ilmiah) mereka cenderung berbicara dan bangga sebagai generasi penerus. Bukan Pewaris, yang mau memiliki saja. Generasi penerus adalah generasi bebas dan pemikul tanggung jawab, dan pewaris dilihat oleh mereka hanya generasi penikmat karena mewarisi.
Sementara itu saya mengutip dari artikel terkait dengan Hari Anak Nasional menggunakan kedua istilah (penerus dan pewaris) demikian :
“Anak merupakan generasi pewaris dan penerus pembangunan bangsa, baik buruknya pendidikan yang mereka terima dan alami akan turut menentukan baik buruknya kelangsungan warisan pembangunan yang ditinggalkan pendahulunya. Olehnya Bangsa Indonesia menetapkan Tanggal 23 Juli sebagai simbol dari pernyataan kepedulian terhadap anak-anak dengan memperingatinya sebagai Hari Anak Nasional (HAN) http://miairaantika.blogspot.com/2015/06/generasi-pewaris-dan-penerus.html
Dan juga ini :
“Dimasa yang krisis seperti ini, Indonesia sangat membutuhkan sesorang yang mampu membenahi semua lini kehidupan Indonesia. Seseorang yang mampu membawa Indonesia menuju Negara yang Adidaya, Berbudaya dan Berkarakter. Dan seseorang itu diharapkan muncul dari kalangan para pemuda yang merupakan generasi penerus Indonesia……… Dan sampai saat itu tiba, kita sebagai pemuda pewaris kemerdekaan saat ini harus lebih tertata hidupnya, mulai berkarya untuk negeri semampu kita, dan yang jelas, kita harus selalu ingat bahwa di pundak kita terdapat amanah yang besar dari para pejuang kita terdahulu. ……..Kita hanya bisa berharap akan lahir dari mereka seseorang yang cakap yang nantinya mampu menjaga keutuhan NKRI ini dan dapat membawa kita ke sebuah peradaban gemilang dan mencatatkan diri di sejarah kehidupan bahwa kita, Negara kita, Negara Indonesia adalah Negara yang Aidaya, Berbudya dan Berkarakter. Amin.” http://www.kompasiana.com/ifa_pratiwi/menyelamatkan-pewaris-kemerdekaan_555480ac6523bda51d4aef7e ; 19 April 2015 10:28:21
Tidak kurang menghargai pendapat anak2 SMA terkutip diatas, bahkan sangat menghargai bila mereka sadar akan rasa bebas bertanggungjawab terhadap pembangunan bangsa. Namun saat kita bicara tentang anak sendiri, kita tentu sadar pula bahwa generasi penerus itu adalah generasi anak-anak kita yang perlu pula kita berikan nilai-nilai luhur yang kita yakini. Sebab nilai nilai luhur itu lebih abadi daripada harta kekayaan kebendaan. Dengan mengandaikan adanya kemungkinan untuk bebas bertanggungjawab dan kemungkinan untuk berkembang dan berubah, nilai nilai itu merupakan warisan yang harus diasah asih asuh menjadi cirri jati diri bangsa.
Dalam pandangan saya dewasa ini sungguh semakin jauh berkurangnya mekanisme pewarisan nilai-nilai sebagai bagian dari proses estafet tanggungjawab kehidupan dari generasi ke generasi. Estafet kepemimpinan jelas lewat pemilu dan prosedur ketata negaraan sudah tertata. Estafet nilai-nilai pengetahuan menjadi tanggungjawab pendidikan formal. Estafet nilai-nilai budaya masyarakat dan keluarga sudah semakin susah dirunut.
Ada nasehat tua mengatakan : Jer basuki mawa bea, artinya : wajar setiap manfaat harus di bayar. Nasehat untuk orang mau kerja berkeringat atau membayar untuk menikmati kesejahteraan. Janganlah kita : “Selak muluk barang sing melok”, artinya mau tergesa “melahap” (menelan,menerima) yang Nampak enak. Dan “Aja seneng dadi cuplak andheng-andheng”, jangan suka menjadi sekedar “Tahi lalat” diwajah. Hanya menjadi tanda yang kadang merepotkan saja tidak ambil peran apa-apa. Sebaliknya nasehat positip : “Rumangsa Melu Handarbeni (merasa ikut memiliki), Wajib Hangrungkebi (wajib membela), Mulat Sarira Hangrasa Wani (melihat diri merasa berani).” Memang rupanya nesehat Pemuka Kerabat Mangkunegaran Surakarta ini ditujukan kepada rakyat jelata dijaman kerajaan. Jadi seharusnya tak usah dikatakan seharusnya lebih disadari bagi warga NKRI yang merdeka ini.
Dengan ilustrasi diatas sebenarnya saya ingin mengatakan bahwa konsep pewaris dan pewarisan itu tetap relevan dan dibutuhkan mengingat proses estafet generasi ada sesuatu yang harus dilimpahkan untuk diteruskan. Disamping itu kita bisa melihat mekanisme kesinambungan dan pelestarian (nilai-nilai) untuk “sustainability” bangsa dan Negara perlu sekali diperhatikan.
Jadi generasi penerus dengan kebebasan dan tanggungjawabnya harus sekaligus menjadi pewaris nilai-nilai dengan juga tanggung jawab inovatifnya. Nilai pertanggungan jawab itulah yang mempertemukannya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline