Lihat ke Halaman Asli

Disorientasi

Diperbarui: 26 Juni 2015   17:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul yang singkat mungkin tidak menarik, sebab tidak jelas. Padahal dimaksudkan judul diatas sederhana saja, yaitu:Makna obyektip disorientasi : “tanpa arah” , makna yang dinamis: melihat kebelakang: “kehilangan arah”, melihat kedepannya : “ngawur” atau “asal jalan”.

Subyek yang bisa “ngawur” itu mungkin gerakan, organisasi, kelompok (dengan ciri umur, local atau kategorial) dan mungkin pribadi, termasuk…… saya.

Manfaat yang bisa diharapkan dari tulisan ini bagi mereka yang merasa menjadi subyek dapatlah sebagai bahan refleksi. Bagi merekayang minat sebagai pengamat dapatlah sebagai bahan studi. Bagi mereka yang merasa menjadi teman penulis, inilah sumbangan catatan pembelajaran, untuk dikembangkan. Dikembangkan sekurangnya dengan komentar singkat.

Tiga Kasus pemicu pemikiran ini berturut-turut adalah :

1.Sebuah pertanyaan yang diajukan oleh A.Ranggabumi N.sekitar tahun 2009 kepada Mgr.Ign.Suharyo pr, dalam wawancara diterbitkan Penerbit Kanisius dalam buku berjudul the Catholic Way. Pertanyaan yang dimaksud disini itu kurang lebih begini: Masihkah kaum muda (sekarang ini) memiliki harapan “mengguncang dunia”. Pertanyaan itu tentu diawali dengan fakta yang menggelitik Ranggabumi. Tetapi bagi penulis lebih menarik lagi jawab Mgr I.Suharyo pr dahulu Uskup Agung Semarang, sekarang Uskup Pembantu Jakarta, memberi banyak catatan. Hal yang penting disini menurut Mgr Suharyo:

a.Bahwa setiap zaman melahirkan generasi zamannya.

b.Generasi kini biasa “mengejutkan” generasi sebelumnya.

c.“kaum muda” selalu kaum muda dengan latarbelakang keluarga, pendidikan, budaya, dll.

Penulis melihat bahwa dengan “latarbelakang” masing-masing membuat orang seperti Ranggabumi bisa bertanya:apa generasi muda kini masih memiliki harapan untuk dapat “mengguncang dunia”. Penanya seperti mau menyatakan bahwa generasi sesudah dia belum mengejutkan dia. Dan jawaban yang diberikan secara arif toch menegaskan seharusnya ada “kejutan”. Jadi Ranggabumi menemukan jawabannya.

2.Kasus Gerakan Aksi mahasiswa sebagaimana ditulis Lucas Adi Prasetya dan Irene Sarwinaningrum, Kompas17/03/2010, huruf J.; Gelanggang, berjudul “Aksi Mahasiswa dan Disorientasi Gerakan”. Disini tidak ada maksud memberi kritik terhadap tulisan di Kompas tersebut. Maka perlu dikatakan saja bahwa sekurangnya penulis memberi jawaban mengapa gampang terjadi bentrok kelompok dengan aparat keamanan, dan kekerasan antar kelompok aksi, dst. Dilukiskan bahwa disorientasi gerakan memberi peluang adanya anarki, kehilangan kendali, indisiplinan, karena dilupakannya tujuan awal. Tetapi dengan runtut dipaparkan sebab-sebab dan permulaannya mahasiswa kehilangan idealime dan bersikap pragmatik. Ketika kondisi kini berbeda dan mau mengerjakan hal yang sama, seperti masa sebelumnya , untuk kegiatan kelompok yang diorganisir, bisa jadi kelompok mudah kehilangan orientasi dan spirit serta tak memiliki setting agenda yang jelas.

3.Lembaga dimana saya bergulat sehari-hari kini sedang membuat evaluasi program pendampingan pemuda pedesaan. Ada Sembilan kelompok di Jateng DIY. Setiap kelompok dilibatkan dari 10 sampai 50 orang anggota. Ditata sebelumnya: ada sejumlah tertentu warga dilibatkan penuh dalam kegiatan, dan ada sejumlah tertentu sebagai penerima manfaat program. Setiap tahun program telah ditata pendekatan bertahap mulai dari sosialisasi tujuan program, cara pendekatan oleh pendamping, self assessment kelompok, analisa potensi, harapan warga, baru dibuat kesepakatan program.

Sembilan lokasi tentu ada sembilan latarbelakang dst. Itulah pentingnya evaluasi untuk tidak terjadi disorientasi program.Kendati telah diatur sebegitu rupa Lembaga pendamping ini tetap membuat evaluasi. Disana digunakan alat-alat ukur penelitian social yang mendekatkan pada akurasi evaluasi.

Dari tiga informasi diatas dapat diambil beberapa topik pembahasan dan pembelajaran diantaranya:

a. Dalam ketiga kasus tersebut terdapat subyek-subyek dengan beberapa peran, dengan masing-masing kepentingan. Ada pula pengamat atau pembahas. Ketiga kasus menyangkut generasi muda yang disoroti oleh generasi sebelumnya, termasuk kasus ketiga yang justru generasi muda dijadikan mitra kerja dalam program. Dalam ketiga kasus meski tidak setegas kasus pertama, semua pihak mencari penegasan orientasi.

b. Perlunya Orientasi disadari oleh semua pihak, baik itu penulis (kasus pertama), mahasiswa (kasus kedua seperti dipaparkan penulis) dan lembaga penyelenggara program menyadari pentingnya orientasi. Orientasi adalah landasan dari pedoman kegiatan yang jelas, dari setting agenda kegiatan, dan memberi cirri/watak khas dari subyek.. Tanpa adanya orientasi banyak hal akan menjadi berantakan.

c. Indikator disorientasi dilapangan dapat menjadi sangat dirasakan lebih dari saat diprogramkan. Yaitu kalau segera menggejala dampak yang negatip, seperti kecelakaan karena kehilangan kendali atau pengamatan. Asal jalan atau tanpa patokan dalam kerja, tentu tidak ada pemikiran hati-hati terhadap resiko..

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H



BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline