Lihat ke Halaman Asli

Benang Benang Merah: Senandung dalam Diskusi

Diperbarui: 17 Juni 2015   15:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyak sekali pengalaman tidak nyaman tidak enak memberi pembelajaran yang sangat manfaat luas.

Seperti pengalam tadi malam, saya diundang pada sebuah sarasehan. Disana saya diberi tugas untuk membuat benang merah dari forum sharing. Disana sudah ada orang yang ditunjuk sebagai (1) pemberi bahan masukan, (2)moderator atau pengarah waktu, dan (3) saya diminta menjadi penanggap terakhir untuk membuat benang merah dari para penanggap. Setelah tiba waktu saya harus berbicara saya membuat kerangka analisa dari topik dan memasukkan butir-butir lontaran para penanggap. Kerangka pikir kasar dan sederhana saya sebut dari topik pembicara utama: ada pokok kalimat ada predikatnya dan ada sasaran kerjanya. Saya katakan selanjutnya bahwa banyak penanggap berkisar pada predikat (kata kerja) dan pada sasarannya. Kerja-kerja dari si pokokdan kondisi sasaran banyak dipertanyakan dan diulas. Tetapi Sang Pokok kalimat sendiri kurang didalami. Saya menarik perhatian audiens untuk memahami lebih jauh Pokok kalimat sehingga bisa memberi motivasi dan aspirasi dalam memberi tanggapan. Pada kesempatan yang ada masukan dan saran saya dipotong dan dianulir dan diganti saran untuk menuju saran praksis yang lain.

Saya terheran heran mengapa sesama “panitia” tidak saling mendukung tetapi lebih suka menunjukkan kelebihannya dan membuat citra dirinya sambil menghapus kesan teman...... Dari situ Saya refleksi :

Sebagai mantan motivator petani, saya suka mengambil citra minimalis bicara karena mau mendongkrak citra tinggi untuk partisipasi dalam sharing dan conecting bagi sesama petani binaan. Dan disana sering tak terduga kita bisa bertemu fakta bahwa mereka mampu.

Akan tetapi sebagai yang diharapkan ada didepan dalam pembicaraan maka sebenarnyalah pembina itu harus mampu dan siap menguasai materi pembicaraan. Sebuah topik harus dikuasai dipahami secara menyeluruh (holiostik) dan juga paham secara analitis, apa substansi topik, unsur-unsur yang terkandung dan yang membalutnya. Harus paham mana yang pokok sebenarnya mana yang acsesori,yang dibelakang dan yang dipermukaan, siapa pengambil keuntungan, dampak yang disengaja atau tidak disengaja.

Dalam berbicara dengan publik, kendati dalam lingkup terbatas, kita kadang tidak terlalu paham siapa-siapa peserta bicara. Dan latarbelakang orang boleh dipastikan memberi sudut pandang masing-masing, karena masing-masing membawa kapentingannya sendiri.

Kegunaan akan penguasaan itu semua dalam pembicaraan, pemuka ,sebagai yang kuasai materi, tidak akan bingung saat ada peserta pembicara memasuki materi dari sisi dan sudut pandang berbeda dari pembicara sebelumnya. Dengan penguasaan itu kita tentunya yang penting menjadi tidak emosi berbicara dan menanggapi setiap peserta.

Secara keseluruhan harus dipahami pula jenis forum dan tujuan forum untuk tahu sejauh mana pembahasan diforum itu mau ditargetkan. Dalam Sosialisasi Pembicara hanya bertaggung jawab sampai peserta paham, dalam Pelatihan Pelatih harus bertanggung jawan sampai peserta mampu melakukan target pelatihan. Pengalaman mengajarkan bahwa dalam sosialisasi apalagi dalam pelatihan sangat sering ada interupsi tentang metoda yang Pembina pakai. Maka penting metoda atau prosedur atau acaranya disepakati dahulu.

Dan pesan Pak Tjiptadinata Effendi di Fb 13/14 Des 2014 yl. : Jangan pernah berpikir, karena kita sudah membayar sesuatu nilai nominal untuk ikut belajar/seminar,maka kita merasa berhak untuk melemparkan kritik sana sini.Sesungguhnya setiap tindakan yang diambil,adalah cermin dari kepribadian kita masing masing.

Pesan Pak Tjipta ini tentu lebih dirasa bagi penulis atau pada tulis menulis dan beri komentar seperti di bock dan sebangsanya. Seringkali kritik dan komentar menjadi meruncing karena keberangkatan menilik terhadap suatu peristiwa atau topik oleh penulis berbeda dengan pelontar kritik. Berbeda, fokus dan kepentingan pun berbeda.

Semestinya siapa yang lebih paham dan lebih mampu menukik serta menganalisa lebih tajam akan bisa lebih melihat benang-benang merah yang terhubung, maka akan lebih toleran melihat perbedaan. Sedangkan orang yang kurang tajam analisanya sering bahkan merasa paling/lebih tahu dan merasa seakan bertanggungjawab kepada kebenaran. ..... ..... dan seenaknya menganggap rekan yang (sebenarnya) lebih tahu itu “sok bergaya “ berlebihan....




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline