Tergelitik dari salah satu cuitan tokoh perempuan di Indonesia, seorang penulis yang terkenal Kalis Mardiasih yang mengomentari tweet seseorang yaitu @Greschinov atau Erlangga Greschinov bertuliskan di akun twitter-nya.
Di twitter nya @Greschinov menuliskan "Aku melihat pernikahan itu komposisi cintanya cuma 10%, 90%-nya adalah komitmen, kerja sama, ibadah kepada Allah, ekonomi, kompromi, prinsip, cara berpikir dan hubungan dengan keluarga besar," begitu tulis Erlangga.
Namun hal ini membuat seorang Kalis mengomentari cuitan dari Erlangga.
"Kenapa ga semuanya 100%?, bucin 100%, komitmen kerja sama dan kerja fafifu lainnya juga 100%," tulis @maridiasih.
Aku yang awalnya setuju dengan Erlangga menjadi berpikir ulang, apakah bisa hidup bersama sampai tua tapi tetap bucin?
Mungkin bagi sebagian orang merasa akan setuju dengan pendapat Erlangga dengan hasil testimoni para orang tua yang bertahan sampai detik ini bukan karena cinta.
Bahkan orang tua dulu di nikahkan tanpa pacar-pacaran jadi image cinta dalam pernikahan semakin diragukan keberadaannya.
Semua kembali pada pilihan kita masing-masing, mau bucin setelah nikah atau enggak yang menentukan adalah diri kita dan pasangan, mau diberi warna apa hubungannya.
Apakah hanya hubungan sebatas ikatan, kamu punya kewajiban aku punya kewajiban atau hubungan yang di bumbui dengan romantisme receh yang penting bahagia.
Kedua sudut pandang yang berbeda ini tentu saja diakibatkan oleh pengalaman hidup yang berbeda, pendidikan yang berbeda membuat keduanya berbeda pendapat.
Tapi disini kita bukan mencari mana yang salah dan benar, sebab yang harus menjawab pertanyaan bahwa pernikahan itu bisa bucin atau enggak adalah diri kita sendiri.