Suatu hari di tahun 2017, aku mengunjungi Gunung Galunggung bersama kakak ku, meskipun sebetulnya hampir setiap tahun aku kesana bersama keluarga untuk sekedar liburan kecil setelah lebaran, seperti sudah menjadi sebuah tradisi aku dan keluarga selalu berlibur kesana tanpa bosan-bosan. Mungkin karena Galunggung berada di kota kelahiranku, Tasikmalaya.
Cerita liburanku kali ini berbeda, karena pada waktu itu aku dan kakak ku tidak betul-betul berencana akan ke Galunggung. Sesampainya disana, aku dan kakak ku memilih jalur 'tangga baru' sebagai jalan menuju puncak kawah Galunggung.
Kenapa ada 'tangga baru' karena dulu jalur untuk mencapai puncak kawah Galunggung hanya ada satu jalur, berkat kemajuan pengelola kini akses menuju Galunggung lebih banyak dan fasilitas area wisatanya pun lebih menyenangkan tanpa mengurangi keasrian Galunggung sendiri.
Sangat menyenangkan berada di kawah Galunggung, aku asyik berfoto diatas pohon yang berlatarkan pepohonan dan kota Tasikmalaya dari ketinggian sekian ribu mdpl (meter diatas permukaan laut).
Setelah berfoto disana, aku dan kakak ku turun ke area kawah Galunggung menyusuri jalan kecil yang tidak berbentuk tangga cukup menantang bagiku yang baru belajar dan sangat antusias mengenai petualangan di gunung.
Sesampainya di kawah aku bebas berlari dengan gaya kanguru yang melompat-lompat, seakan menjadi anak kecil yang sedang bermain di playground. Tidak hanya sampai disitu, akupun bersama kakak ku mendaki bukit kecil yang terletak di tepi kawah, kami befoto disana sambil memegang bendera tanah air tercinta, Indonesia.
Melanjutkan perjalanan, kami pun menyusuri jalan kecil sambil sesekali bertanya kepada para pendaki yang sedang membangun tenda disana, aku dan kakak ku mencari 'masjid dibawah kawah' itulah sebutannya.
Sesampainya disana, perjalanan melelahkan kami terbayar sudah dengan pemandangan nan asri dengan adanya sebuah masjid (tempat sembahyang umat islam) yang betul-betul berada didalam perut gunung Galunggung, disamping masjid itu terdapat mata air alami yang airnya mengalir jernih dan tidak disumbat apapun alias mengalir begitu saja, disamping-sampingnya terdapat tanaman seladah yang biasa dijadikan lalapan, sungguh indah luar biasa.
Tentunya tempat sebagus ini pastilah ada pengelola atau orang yang membangunnya agar tempat ini nyaman digunakan oleh pengunjung maupun pendaki yang hendak beristirahat dan mandi di area yang jauh di pedalaman ini, disamping masjid ini ada warung tua yang dihuni oleh seorang kakek, beserta beberapa cucunya.
Aku yang masih terpukau akan keindahan tempat ini tidak ikut ngobrol dengan kakek itu, sedangkan kakak ku ada di warung mengobrol bersama kakek itu sambil menikmati secangkir kopi dan beberapa jajanan lainnya. Luar biasa memang maha karya Tuhan selalu memberikan makna pada siapapun yang mau menyadarinya.
Kini 'Masjid di dasar kawah Galunggung' telah tiada dikarenakan longsor yang menyebabkan runtuhnya masjid dan juga warung berjuta cerita itu, telah banyak pengunjung yang terkesan akan keindahan tempat itu begitu juga tertolongnya para pendaki yang hendak ingin menyegarkan diri dan mengisi tenaga di warung legend ini.