Pesantren kilat merupakan agenda yang lazim dilakukan pada Bulan Ramadhan, baik sebagai bagian dari kurikulum instansi pendidikan maupun oleh lembaga independen, misalnya TPQ. Kegiatan yang terbilang singkat dengan durasi 2-3 hari ini menjadi medium bagi anak-anak untuk merasakan hiruk-pikuk kehidupan pesantren yang dikemas sederhana dan serba mandiri, contohnya seperti salah satu program kerja Kelompok 90 Pengabdian Masyarakat oleh Mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang yang beraliansi dengan TPQ Al-Ikhlas Desa Sumberejo. Setelah menjalani kegiatan mengaji dan menghafal Al-Quran di sore hari serta berbuka bersama, dimulailah secara resmi acara pesantren kilat dengan mushola sebagai sentra kegiatan.
Seusai sholat maghrib, anak-anak dengan usia berbilang lima hingga tiga belas tahun serempak datang dengan membawa berbagai perlengkapan menginap, mulai dari selimut, seperangkat bantal dan guling, hingga boneka kesayangan tak abai dibawanya dengan raut bersemangat. Seiring dengan berlangsungnya kegiatan, para orangtua datang silih berganti mengamati apa yang dilakukan oleh anak-anak tersebut sembari membawa camilan kecil untuk dikonsumsi. Anggota dari Forum Anak Desa Sumberejo pun ikut lalu-lalang membantu jalannya kegiatan agar berjalan lancar. Uniknya, meski kegiatan berlangsung cukup padat mulai dari maghrib hingga pukul satu dini hari, anak-anak tampak masih berantusias mengikuti rangkaian acara hingga kegiatan berakhir.
Pesantren kilat acapkali dipandang sebagai sekadar kegiatan lumrah untuk mengisi waktu luang tanpa mengindahkan nilai substansialnya. Kendati demikian, kegiatan tersebut ternyata merupakan proses reka karakter anak-anak menjadi lebih mandiri. Sebut saja ketika tidur, mereka harus membenahi selimutnya sendiri kemudian tidur tanpa ditemani orangtuanya. Atau saat biasanya mereka sahur dengan duduk tenang disuapi, kali ini menyendokkan makanan sendiri, memilih lauk apa yang hendak mereka santap. Hal-hal kecil seperti membuat keputusan atau bersikap mandiri ini kelak akan bermanfaat bila dilatih sejak dini. Dengan demikian, paradigma perilaku yang kerap melarang anak dengan dalih mereka masih terlalu kecil untuk hal-hal fundamental dapat terkikis sedikit demi sedikit, sekaligus membangun hubungan intrapersonal yang baik dengan teman sebaya maupun dengan panitia, khususnya anggota PMM Kelompok 90.