Lihat ke Halaman Asli

Arash

Diperbarui: 17 Juni 2015   11:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sesesok pria bertubuh kekar melangkah tanpa kata, selangkah demi selangkah meninggalkan tubuh mungil itu. Aroma segar  tubuhnya masih terhempas bebas diudara.  Gadis mungil itu mendekap badannya sendiri erat-erat. Membiarkan orang disekelilingnya berpikir dia kedinginan dibawah terik mentari. “Aku masih berharap yang kurangkul adalah kamu” Yumma merintih. Aromanya semakin memudar, mengikuti sang empunya.  “Berhenti!!” pekik Yumma sekuat tenaga. Namun sosok itu telah berlalu. Menghilang diantara kerumunan orang.

Langit biru berubah kelabu, angin berhembus dengan dinginnya. Menatap benda bersayap melintas di udara. Yumma melepaskan kedua tangan mungilnya yang sedari tadi memegangi dada. Napasnya masih terasa berat. “Tangan ini, seharian ini aku hanya menggenggam tanganku sendiri”.

Beberapa waktu sebelum Yumma dan Arash bertatap wajah, mereka seolah telah saling mengenal begitu lama. Walau hanya beberapa waktu lalu setelah seseorang teman dari mereka datang bak biro jodoh. Setiap sabtu siang handphone Yumma selalu berdering, “Arash” tertulis jelas dilayarnya. Sesosok yang banyak bicara, itulah kesan pertama Yumma saat pertama kali menerima telepon dari sambungan international itu. Yumma lebih terkesan pendiam dimatanya “ayo sekarang giliran kamu yang cerita” suaranya terdengar jelas ditelinga Yumma. Dengan mata berbinar dan senyum yang merekah setiap kali datang pesan ataupun panggilan masuk atas nama Arash. Hingga suatu hari Yumma mendapati pesan “Aku akan tiba dirumah dua hari lagi”. Yumma melonjak kegirangan.

Menatap pantulan dirinya di depan cermin. Sosok Gadis mungil “aku harus tampil seperti apa, saat harus bertemu kamu nanti” Yumma berbicara pada pantulan dirinya.  Matanya masih mengamati setiap lekuk tubuhnya.

Arash. Sosok yang bertubuh kekar, penampilan yang rapi. Berdiri didekat Yumma sembari manjabat tangannya.

Waktu terus berlalu, seiring berlalunya sosok itu. “Aku akan menghubungimu ketika aku sampai” Yumma membaca pesan dihandphonennya. Pesan yang Arash tinggalkan saat ia pergi tanpa kata. Hingga seminggu telah berlalu semenjak pesan itu dikirim. Tidak satu pesanpun dari Arash. Setiap sabtu siang tidak lagi ada panggilan masuk atas dirinya. Pesan-pesan Yumma seolah terhempas begitu saja, tanpa balasan sedikitpun. “Sejauh apa kau pergi?” Yumma merintih. Arash tampak berbeda setelah mereka saling bertemu satu sama lain. Setelah seharusnya mereka semakin dekat. Arash lebih pendiam, setidaknya itu yang Yumma rasakan. Seolah mereka berada dijaman dimana tidak ada handpone atau sosial media untuk berkomunikasi.

“Kamu membawaku terbang ke langit ketujuh, lalu mengempaskanku ke bumi. Membiarkanku luluh lantah menantimu. Aku masih bertahan saat ragu mulai mengoyak jiwa dan raga ini. Hatiku masih memilihmu. Biarkan aku tidak menyesalinya untuk mempertahankan kamu dihatiku. Aku mencintaimu Arash”

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline