Lihat ke Halaman Asli

Hasto Suprayogo

Hasto Suprayogo

Saya Khilaf, antara Struktur dan Agensi

Diperbarui: 25 Februari 2018   05:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tribunnews

Apa alasan para koruptor atau pelaku kejahatan saat ketahuan? 

Jika itu di Indonesia, hampir sebagian besar akan menyebut 'saya khilaf'. Seakan, mereka tak sadar sejak awal bahwa perbuatannya salah dan melanggar hukum.

Seakan dengan kata sakti ini, tanggung jawab jadi hilang. Perbuatan tak menyisakan konsekuensi. Melepaskan diri dari kausa sebab akibat.

Tak hanya untuk hal-hal melanggar hukum. Untuk berbagai keputusan sehari-hari, besar maupun kecil, jamak dari kita menyandarkan pilihan bukan dengan akal sehat. Namun dengan kebiasaan, kesepakatan kelompok atau terkadang ikut-ikutan lingkungan sekitar.

Kenapa banyak dari kita buang sampah sembarangan? Banyak akan bilang karena orang lain melakukan. Kenapa kita menikah, banyak yang bilang karena kerabat, kawan dan kenalan melakukan. Kenapa dan kenapa yang lain, taruhan jawabnya banyak karena semua pembenaran di luar diri sendiri.

Jika Anda menemukan hal ini dalam keseharian, jangan kaget. Anda tak sendirian. 

Dalam kajian sosiologi, ada dua pandangan yang membentuk perilaku manusia. Struktur dan agency. Pandangan pertama percaya struktur sosial menentukan perilaku manusia di dalamnya. Struktur bisa berupa pola aturan dan kesepahaman material,  maupun kultural (i.e. norma, kebiasaan, tradisi atau ideologi).

Di sisi lain, pandangan kedua menyebut agency--alias manusia--mempunyai kapasitas individual untuk memilih bebas dan menentukan hidupnya sendiri. Free will adalah kata kuncinya.

Di masyarakat seperti Indonesia, nampaknya pandangan pertama lebih banyak kita temui. Meminjam istilah Ferdinand Tonnies, sebagian besar kita hidup dalam ikatan sosial Gemeinschaft, di mana perasaan subyektif dan tradisi jadi elemen utama interaksi kita dengan yang lain. 

Karenanya wajar kalau kita cenderung lebih mudah menyandarkan diri atau menimpakan kesalahan dan tanggungjawab pada sesuatu di luar diri kita--bisa orang lain, aturan, kebiasaan atau bahkan norma agama.

Tengok contoh kasus-kasus sosial yang menghebohkan publik belakangan. Perselingkuhan terjadi, alih-alih merefleksi diri dan hubungan dengan pasangan, timpakan kesalahan pada pihak ketiga dengan label pelakor.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline