Pertanyaan ini menggelitik saya beberapa waktu belakangan. Salah satunya karena begitu masifnya porsi berita dan konten politik bersliweran di media online dan social media tanah air yang saya ikuti. Beruntun kasus dan isu demi isu politik silih berganti menyesaki timeline saya.
Yang terkini paling tidak ada 2 isu politik utama; Gerakan anti PKI dan sidang kasus korupsi Setya Novanto. Di luar itu ada isu-isu kecil, seperti OTT beberapa kepala daerah oleh KPK, penetapan Jonru sebagai tersangka ujaran kebencian, serta persiapan pilkada di beberapa daerah.
Adakah isu nasional atau lokal yang lebih penting dari hiruk pikuk politik? Saya berani jawab, ada dan banyak.
Ada isu soal potensi bencana alam berupa letusan gunung Agung di pulau Bali. Ribuan orang yang hidup di sekitar gunung tertinggi di pulau dewata ini musti diungsikan. Erupsi gunung di Kabupaten Karangasem ini pastinya akan berdampak pada kehidupan ekonomi Bali yang sangat erat dengan pariwisata tersebut.
Kemudian ada kasus kekerasan terhadap anak dan pelajar. Tewasnya Hilarius Christian Event Raharjo (15) akibat tarung ala gladiator dengan sesama siswa SMA di Bogor, lalu kekerasan guru TK terhadap siswanya di kawasan Tanjung Duren Jakarta Barat hingga kekerasan terhadap Muhammad Julian Saputra, siswa SD di Bogor oleh pasangan suami istri yang mempekerjakan ibu korban di warung nasi milik mereka.
Jangan lupa juga kasus tewasnya bayi Tiara Deborah Simanjorang yang diduga akibat kelalaian penangan oleh pihak RS Mitra Keluarga Kalideres Jakarta Barat. Kelalaian ini diakibatkan status tunjangan keluarga sang bayi sebagai peserta BPJS yang tidak dicover pelayanannya oleh pihak rumah sakit.
Serupa juga dengan kasus Ibu Delvasari yang terpaksa membawa jenazah bayinya yang meninggal di RSUD Abdul Moeluk Lampung pulang ke rumah naik angkot setelah tak mampu membayar sejumlah uang yang diminta oknum petugas rumah sakit. Kedua kasus ini menunjukkan masih banyak sisi pengelolaan kesehatan tanah air yang muram.
Belum lagi kalau kita melirik makin maraknya peredaran narkoba di Indonesia. Dengan bintang baru berupa pil paracetamol, caffeine dan corisoprodol (PCC). Narkoba yang mempunyai efek halusinasi tinggi ini nampaknya semakin luas tersebar bahkan sampai ke kalangan anak sekolah. Sebuah ancaman yang sangat mengerikan.
Yang saya sebut di atas hanyalah beberapa kasus saja di luar dunia politik tanah air yang layak kita beri perhatian lebih. Mereka hanyalah puncak gunung es permasalahan lokal dan nasional yang mengepung bangsa kita. Di bawah itu, saya yakin masih lebih banyak kasus lain yang tak kalah mengerikan yang mengintai, menunggu momen untuk meledak dan muncul di permukaan.
Jadi, aih-alih kita meributkan soal isu kebangkitan komunisme yang menurut pandangn banyak tokoh tanah air sebagai jauh panggang daripada api, atau ribut perkara pembelian senjata oleh entah Brimob atau BIN, atawa putus bebasnya Setya Novanto dalam praperadilan kasus e-KTP, mari jangan melupakan kasus-kasus riil di masyarakat lain.
Politik memang menarik. Dari jaman Ken Arok menggelar kudeta merangkak terhadap Tunggul Ametung, polemik kekuasaan era Soekarno, gerakan reformasi 98 yang berhasil menumbangkan Eyang Soeharto hingga saat ini, politik selalu jadi tema seru untuk diperbincangkan atau bahkan diperdebatkan. Namun jujur, dampak riil-nya ke kehidupan publik relatif minim.