Lihat ke Halaman Asli

Hasto Suprayogo

Hasto Suprayogo

Rina Nose, Kerudung Rabbani dan Etika Marketing

Diperbarui: 24 November 2017   12:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Instagram @rabbaniprofesorkerudung

Saya tidak akan bicara soal jilbab Rina Nose ini dari perspektif  agama. Tak pula ingin berpolemik soal feminisme atau semacamnya. Apalagi mengaitkannya dengan pengalihan isu politik kontemporer tanah air.

Yang ingin saya bicarakan adalah tindakan sebuah brand jilbab ternama  tanah air yang mendompleng kasus ini untuk kepentingan bisnisnya, yang dalam pandangan saya--dan saya yakin banyak orang lainnya--sebagai  tindakan tidak etis.

Promo Instagram Rabbani. Sumber: Instagram

Adalah sebuah post di akun Instagram  @rabbaniprofesorkerudung 2 hari lalu, di mana sebuah meme dengan foto  hitam putih Rina nose tanpa jilbab di sisi kiri, logo Rabbani berwarna  mencolok di ujung kanan atas, dan sebuah quote berbunyi: 

"Teruntuk, Saudariku Nurlina Permata Putri
Ada KERUDUNG GRATIS
buat kamu dari Rabbani."

  • Tak berhenti di situ, sebuah status ditambahkan di postingan yang  menuai lebih dari 9000 reaksi komentar netizen ini. Status tersebut lengkapnya berbunyi sebagai berikut:
    --------------------------------------------------------------
    Assalamualaikum ukhti @rinanose16 ...
     Gaduh dunia membicarakan dirimu saat ini. Tapi sudahlah, ambil komentar  yang adem dan evaluasi diri kalau ada komentar yang menyiksa pikiranmu.  .
    .

    Ukhtiku @rinanose16 sayang..
    Mungkin kamu sedang punya masalah yang cukup getir.
    Tapi, bukan maksud mencampuri urusanmu.
    Sebagai saudari seiman,sebagai muslimah,
    izinkan rabbani memberimu solusi.
    .
     Mungkinkah kamu kurang trendi dengan hijab yg beberapa waktu lalu kamu  kenakan? Mungkinkah bahannya membuatmu tak nyaman? Mungkinkah saat  dicuci terus luntur?
    Mungkinkah harganya kemahalan? Ah masa iya artis kondang macam @rinanose16 masih mikir harga mahal.
    .
     Baiklah.. apapun itu alasanmu, kuyakin hatimu tengah rindu sesuatu.  Sebagai bentuk dukungan dan rasa sayang sesama muslimah, datanglah ke  rabbani. Kamu boleh pilih kerudung rabbani yang kamu suka.
    Gratis, pilihlah sesukamu wahai saudariku. .
    Harga kerudung dan busana muslim rabbani
     mungkin tak semahal dengan keputusanmu saat ini. Tapi.. kenyamanan dan  kualitas rabbani seperti segarnya air dingin di tengah padang pasir,  jika kamu mengenakannya.
    .
    Silahkan pilih dan ambil yg kamu  suka.Ini bentuk dan dukungan kamu agar kau kembali tenang dan menikmati  indahnya hijrahmu. Ini bukan mencari sensasi.
    Tapi sesama muslimah harus saling peduli, bukan saling mencaci.
    Salam, Rabbani.
    .
    #KerudungRabbaniGratisUntukRinaNose 

 -------------------------------------------------------------

Saya tidak pernah seemosi ini membaca sebuah postingan brand di social media. Karena sejauh pengetahuan saya, brand senantiasa berusaha menjaga  value-nya dengan mematuhi rambu-rambu etika dalam berkampanye. Polemik adalah hal yang amat sangat dihindari oleh pengelola brand.

Namun, sepertinya, hal ini tidak berlaku untuk pengelola brand--atau  mungkin pengelola akun Instagram--Rabbani. Dalam pandangan saya, postingan ini sangat-sangat melanggar etika. Bahkan bisa dibilang  postingan ini merupakan bentuk paling kasar dari cyber bullying yang  bisa dilakukan sebuah brand terhadap individu.

Bagaimana bisa,  sebuah brand men-tapping kasus personal Rina nose, mendomplengkan kampanye marketingnya untuk pada akhirnya mendorong publik membeli produknya. Ini benar-benar praktek kampanye marketing tanpa mengindahkan norma, tanpa mengedepankan etika, tanpa mempedulikan sosok  Rina Nose yang ditumbalkannya.

Demi apa?

Demi memburu sensasi. Demi mengejar sales. Demi closing target.

Ya, mungkin dalam waktu singkat, eksposure yang didapatkan brand ini akan meningkat. Tapi dengan konsekuensi apa? 

Pertama untuk pihak yang didomplengnya adalah kerugian fisik dan psikis lebih dalam. Dijadikan obyek bullying bukanlah hal yang menyenangkan, dan tak akan pernah menyenangkan.

Yang kedua, dan ini paling  bodohnya dari pengelola brand ini, adalah konsekuensi rusaknya brand-nya  sendiri karena langkah bodoh semacam ini. Bayangkan, Anda mempunyai  sebuah brand yang sudah dibangun lama, dan karena mengejar tenar sesaat  untuk mendorong penjualan Anda melakukan tindakan serendah ini, kampanye tanpa mengindahkan etika semacam ini, penyerangan personal macam ini,  kira-kira persepsi publik macam apa yang Anda harapkan dipahami atas  brand Anda?

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline